Artikel
10 Fakta Unik Hingga Pesan yang Terkandung Dalam Film Budi Pekerti
Film Budi Pekerti, sebuah film keluarga yang mengangkat isu tentang sisi buruk dari perilaku masyarakat secara umum dalam bersosial media. Menjadi renungan bahwa begitu mudahnya sebuah penghakiman terhadap seseorang dijatuhkan hanya melalui video yang tayang di sosial media selama beberapa detik, tanpa kita menelaah lebih dalam.
Film Budi Pekerti ini dibuat oleh sineas muda berbakat, Wregas Bhanuteja, serta dimainkan oleh Sha Ine Febriyanti, Dwi Sasono, Prilly Latuconsina, dan Angga Yunanda. Film ini sukses menyabet 17 nominasi pada Festival Film Indonesia 2023, dan 2 di antaranya berhasil meraih kemenangan. Film Budi Pekerti meraih kemenangan pada kategori Pemeran Utama Wanita Terbaik yang diperankan Sha Ine Febriyanti dan kategori Pemeran Pendukung Wanita Terbaik oleh Prilly Latuconsina.
Sinopsis
Mengambil latar di Yogyakarta saat pandemi, film Budi Pekerti menceritakan tentang seorang guru Bimbingan Konseling (BK) Ibu Prani (Sha Ine Febriyanti). Seorang guru yang menyenangkan, tegas, memiliki visi misi jangka panjang, serta memiliki pendekatan yang cukup unik terhadap siswanya. Ia tidak memberikan hukuman ke murid-muridnya yang bermasalah, melainkan dengan pendekatan refleksi.
Pak Didit (Dwi Sasono), suami dari Ibu Prani memiliki masalah depresi yang mengarah bipolar lantaran usahanya yang gulung tikar saat pandemi. Uang tabungan mereka banyak terkuras untuk biaya ke psikolog, psikiater, dan untuk menebus obat yang harganya cukup tinggi.
Keadaan semakin pelik saat Ibu Prani terlibat percekcokan dengan pembeli kue putu yang terkenal di Yogya. Kejadian tersebut direkam oleh pembeli lain lalu diunggah ke media sosial. Sayangnya, potongan video yang menjadi viral adalah ketika Ibu Prani mengucapkan “Ah suwi,” yang artinya “ah lama”. Namun, karena pengucapannya yang cukup cepat, kata tersebut terdengar seperti “asu..i” yang dalam bahasa Jawa berarti “anjing”. Komentar negatif, kecaman, dan hujatan terus datang kepadanya. Banyak yang menilai sikap tersebut tidak layak diucapkan oleh guru BK.
Bullying tidak hanya datang kepada Ibu Prani saja, kedua anaknya, Tita (Prilly Latuconsina) dan Muklas (Angga Yunanda) pun turut dihujat dan dicari-cari kesalahannya oleh masyarakat. Kehidupan mereka menjadi tidak tenang, apa pun yang mereka lakukan selalu dipandang salah. Tidak hanya kehilangan keharmonisan dalam keluarga, Ibu Prani juga terancam kehilangan pekerjaannya.
Fakta unik Film Budi Pekerti
Ada beberapa fakta unik yang terekam selama proses shooting hingga penayangan berlangsung. Berikut 10 fakta tersebut:
- Sambutan yang luar biasa di ranah mancanegara
Tidak hanya sukses di dalam negeri, Andragogy, nama internasional untuk Film Budi Pekerti, ternyata juga mendapat apresiasi yang sangat baik di luar sana. Sebelum tayang di bioskop Indonesia, film ini sudah tayang perdana di Toronto International Film Festival (TIFF) pada 9 September 2023. Standing applause yang meriah diberikan saat film selesai ditayangkan. Penonton juga sangat antusias bertanya saat sesi tanya jawab, yang sayangnya harus dipotong karena keterbatasan waktu.
Tidak hanya itu, saat sutradara dan pemain keluar dari gedung pun banyak penonton yang menghampiri mereka untuk mengucapkan selamat atau berterima kasih bahwa film tersebut begitu mengucapkan bahwa film tersebut begitu menyentuh dan sangat relate dengan kehidupan mereka.
2. Tidak hanya relate dengan kondisi di Indonesia, bahkan dunia
Saat tayang di mancanegara, banyak penonton dan juga kritikus film yang menyatakan bahwasanya, film Budi Pekerti terasa dekat dengan kondisi saat ini. Bahkan di luar negeri sekalipun isu tentang cancel culture pun marak ditemui. Ada juga dari mereka yang bercerita bahwa orang terdekat atau bahkan dirinya, yang merupakan seorang guru, kerap memiliki kekhawatiran lantaran hukuman yang diberikan kepada siswa akan ditanggapi dengan sudut pandang yang berbeda oleh orang lain.
3. Terinspirasi dari video viral di media sosial
Sama seperti alur ceritanya, film Budi Pekerti juga terinspirasi dari beberapa video yang viral saat pandemi. Dimana Wregas banyak menemukan video berisi seseorang yang sedang marah ke orang lain. Keesokannya viral dan muncul meme serta video parodinya. Tak lama hujatan pun berdatangan dari netizen yang meminta agar orang di dalam video tersebut meminta maaf atas ulahnya. Tak lama muncullah video klarifikasi serta permohonan maaf dari orang yang emosi tersebut. Kejadian ini pun terus berulang layaknya sebuah siklus yang tidak berkesudahan.
4. Kue Putu yang viral
Pengambilan latar di Yogyakarta, ternyata memiliki alasan tersendiri. Selain karena Wregas yang tumbuh dan besar di kota ini. Kue putu viral yang diceritakan disini pun juga memiliki kesamaan dengan kue yang viral di Yogya, meskipun kue yang dimaksud sang sutradara bukan kue putu, melainkan kue basah jajanan pasar. Namun dari keviralan kue tersebut ternyata tak jarang menimbulkan konflik. Seperti antrian yang sangat panjang, namun ternyata sebagian antrian tidak mendapatkan kue tersebut lantaran sudah keburu habis stoknya.
5. Belajar Bahasa Jawa beberapa bulan
Karena dialog bahasa yang digunakan dalam film ini yaitu menggunakan Bahasa Jawa dan Indonesia secara imbang, para pemain pun diharuskan untuk belajar Bahasa Jawa secara intens selama beberapa bulan, mulai dari belajar menulis aksara Jawa hingga aksen Bahasa Jawa.
6. Air mata sebelah kiri Prilly yang viral
Prilly tidak menyangka akan ada adegan dimana ia diminta untuk mengeluarkan air mata dari sisi kiri saja. Awalnya ia merasa mustahil untuk melakukannya. Tapi, Prilly berhasil membuktikan kemahiran aktingnya. Ia percaya bahwa tubuh akan bererak mengikuti sesuai perintah kita. Menurut alegori Yunani, air mata yang keluar dari mata sebelah kiri memiliki makna kepedihan dan rasa sakit yang amat mendalam.
7. Angga Yunanda rela menjadi jamet
Dalam film Angga Yunanda sebelumnya, ia dikenal sebagai soft boy. Pemeran cowok yang tampan dan cool. Namun penampilannya di film Budi Pekerti ini sangatlah berbeda. Demi mendalami perannya sebagi Muklas, anak bungsu ibu Prana yang juga seorang content creator, ia rela mengecat rambutnya menjadi pirang, menaikkan berat badannya sampai 10 kg, dan memakai anting yang diberikan oleh Wregas saat proses shooting.
8. Story board yang dibuat Wregas membuat sutradara lain ciut
Dalam podcast Hahaha TV, dimana Ernest Prakasa mengundang Wregas, Dwi Sasono, dan Sha Ine Febriyanti, diceritakan bahwa Wregas saat bertemu calon pemainnya, menerangkan perihal isi dari film yang akan mereka perankan menggunakan story board, yang dibuat menjadi sebuah simulasi foto dari beberapa adegan inti film Budi Pekerti. Bahkan Wregas sampai memakai jasa artis lokal Yogyakarta sebagai model peran di foto tersebut.
Hal ini tak lazim digunakan oleh sutradara, biasanya mereka memakai script untuk dibaca oleh para pemain. Namun ternyata, dari sisi pemain, hal ini lebih memudahkan mereka dalam menangkap cerita serta penggambaran karakternya. Dan hal ini membuat Ernest yang juga seorang sutradara merasa ciut.
9. Cura Personalis
Berasal dari Bahasa Latin, frasa ini memiliki makna pendampingan yang disesuaikan secara personal. Selama proses persiapan shooting Wregas membedah karakter dari masing-masing pemainnya. Dan ia menerapkan pendekatan yang berbeda guna memaksimalkan potensi mereka. Wregas juga selalu ada di dekat pemain di setiap adegan. Lagi-lagi, hal ini membuat para pemain merasa lebih nyaman karena merasa ditemani.
10. Semiotika yang terkandung dalam film
Wregas dikenal sebagai sutrada yang detail. Bahkan ia memasukkan beberapa benda ke dalam film Budi Pekerti yang ternyata memiliki makna tersendiri. Seperti warna kuning dan biru yang kerap kali ditemukan. Ia terngiang dengan cover buku Pendidikan Moral Pancasila (PMP) yang berwarna kuning dan biru saat proses penulisan naskah.
Melansir dari Kompas.com, warna kuning pada masker duckbill pun memiliki makna seperti paruh burung. “Saya mengibaratkan keluarga ini burung yang berada di tengah kawanan burung lain, mencoba bersuara, tapi malah di-bully sama burung lain,” kata Wregas. Burung dipilih karena menggambarkan manusia yang suka berkicau di media sosial.
Ring light merupakan benda yang sering muncul dalam adegan film. Ring light digambarkan sebagai sosok hantu yang terus mengikuti keluarga Ibu Prani. Menurut Wregas, ring light menawarkan sebuah kesempurnaan, dan benda tersebut menghantui warganet yang ingin tampil menarik di media sosial. Hingga, ketika keluarga Ibu Prani memilih untuk meninggalkan ring light di rumah lamanya, hal ini bermakna bahwa mereka bersedia meninggalkan hingar bingar dunia maya serta kesempurnaan semu yang ditawarkan benda tersebut.
Tidak hanya memiliki fakta unik di lapangan, film Dwi Sasono terbaru ini juga memiliki pesan moral yang begitu mendalam. Kebebasan dalam bermedia sosial, bukan berarti kita bebas memberikan pendapat ataupun komentar pada setiap peristiwa yang diunggah.
Dari film Budi Pekerti ini, kita bisa melihat betapa kehidupan seseorang bisa hancur lantaran video beberapa detik yang diunggah oleh seseorang. Padahal video tersebut hanya potongan pendek dari kejadian secara keseluruhan. Kemudian kesalahpahaman timbul dan meluas.
Film ini diharapkan menjadi pesan yang dapat kita aplikasikan sehingga budaya buruk yang sebelumnya merebak, terganti dengan budaya yang penuh rasa empati.
Berikut 4 pesan moral yang dapat kita ambil agar bisa diaplikasikan:
1. Menjadi netizen yang bijak
Menurut Wregas, kebanyakan netizen bersikap reaktif terhadap sesuatu. Dan sebaiknya sebelum melakukan sesuatu, sekalipun dalam berkomentar, kita olah dahulu dalam kepala. Beri jeda sebentar, dan cobalah untuk melihatnya dalam cakupan yang lebih luas. Barangkali orang tersebut marah-marah karena sedang ada permasalahan di rumah, sedang lelah, atau ada sebab lainnya.
2. Memastikan kebenarannya terlebih dahulu
Sebelum penghakiman kita jatuhkan atau membantu memviralkan sebuah video, sebaiknya kita mencari tahu kebenarannya terlebih dahulu dari beberapa sumber. Agar ekosistem dalam dunia maya menjadi lebih tenang. Karena kebiasaan buruk ini dapat dimanfaatkan oknum-oknum tertentu.
3. Coba bayangkan kalau kamu ada di posisi orang tersebut.
Setelah menelusuri dari berbagai sumber, coba tumbuhkan rasa empati kita. Sebelum kita ikut berkomentar pedas, coba posisikan diri kita sebagi orang yang ingin kita hujat. Bagaimana kalau kita dihujat seperti itu, apakah saya akan terganggu? Apakah keluarga saya nanti juga akan ikut dirundung? Apakah hal itu akan berdampak pada karir saya? Dan banyak pertanyaan lain lagi.
4. Jadilah content creator yang menebar kebaikan
Sekarang ini, content creator merupakan profesi yang banyak peminatnya dari segala umur. Beragam konten berseliweran di dunia maya, beragam pula latar belakang dari pembuatan konten-konten tersebut. Ada yang menghibur, mengedukasi, promosi produk, dll. Sayangnya banyak juga konten yang tidak bertanggung jawab tersebar di media sosial. Jadikan konten sebagai wadah kita berkarya, berbagi kebaikan, bermanfaat, serta bisa dipertanggungjawabkan.
Film ini mengajak kita untuk berkesadaran dalam melakukan sesuatu. Hal ini senada dengan judul filmnya, Budi Pekerti, perilaku yang sesuai kesadaran. Kita harus mulai belajar memposisikan diri, kapan harus diam dan kapan harus bicara. Agar kehidupan yang damai dan harmonis dapat tercipta.
#cancel culture #cyber bullying #film angga yunanda #film budi pekerti #film dwi sasono terbaru #film ine febriyanti #film prilly latuconsina