Artikel
5 Penulis Novel yang Bukunya Dijadikan Naskah Film
Penulis novel yang bukunya dijadikan naskah film merupakan tokoh-tokoh pencipta karya inspiratif yang menjadi bahan ekranisasi di dunia perfilman. Nama-nama seperti Ika Natassa, Andrea Hirata, Adhitya Mulya, dan yang lainnya telah meraih kesuksesan dengan karya novel yang diadaptasi menjadi film.
Proses ekranisasi sendiri adalah suatu perjalanan yang memindahkan esensi dari karya sastra ke dalam bentuk visual yang dapat dinikmati oleh penonton dalam film. Sebagaimana dijelaskan oleh Eneste (1991:60), ekranisasi adalah sebuah pelayarputihan atau pemindahan sebuah novel ke dalam film.
Hal ini telah menjadi fenomena yang umum terjadi dalam dunia hiburan, di mana karya-karya sastra diubah menjadi karya-karya audiovisual yang memukau. Sejak awal munculnya fenomena ekranisasi, telah terjadi transformasi signifikan dalam industri perfilman.
Film “Salah Asuhan” yang diadaptasi dari novel karya Abdul Muis pada tahun 1973 menandai awal era adaptasi karya sastra Indonesia di layar lebar. Dengan kemajuan teknologi dan kreativitas yang tak terbatas, proses ekranisasi semakin mengalami perkembangan.
Perlu dicatat bahwa ekranisasi tidak hanya terbatas pada novel-novel modern, tetapi juga mencakup karya-karya sastra klasik dan cerita-cerita rakyat yang diangkat ke dalam medium visual. Contoh paling awal adalah film “Loetoeng Kasaroeng” yang diangkat dari cerita pantun populer di masyarakat Sunda pada tahun 1926, yang menunjukkan bahwa proses alih wahana dari karya sastra ke dalam film telah berlangsung sejak lama.
Pada era modern, ekranisasi tidak hanya menjadi bentuk apresiasi terhadap karya sastra, tetapi juga wadah untuk memperluas apresiasi terhadap seni dan kreativitas secara menyeluruh. Proses ekranisasi yang mentransformasi cerita dari halaman-halaman buku menjadi visual yang dinamis di layar lebar, menjadi magnet yang menarik minat penonton dan pecinta sastra.
Siapa saja penulis novel yang bukunya dijadikan naskah film? Berikut beberapa nama penulis novel yang berhasil mengangkat karyanya ke layar lebar.
1. Ika Natassa
Ika Natassa merupakan seorang penulis novel yang mengangkat genre fiksi aliran metropop. Ciri khas tulisannya tema percintaan di usia dewasa muda yang dikombinasikan dengan latar perkotaan yang autentik dan bernuansa urban.
Lahir pada tanggal 25 Desember 1977, Ika Natassa telah menciptakan sejumlah novel yang sukses di pasar buku dan beberapa di antaranya menjadi naskah film. Salah satu karyanya yang diadaptasi ke layar lebar adalah “Critical Eleven” yang rilis tahun 2017. Film ini mengisahkan kisah cinta antara Anya dan Ale yang melewati masa kritis dalam kehidupan rumah tangga.
Novel Ika Natassa yang berjudul “Antologi Rasa” juga berhasil diadaptasi menjadi film pada tahun 2019. Dengan tema percintaan segi empat di kantor, film ini memberikan gambaran yang realistis tentang dinamika hubungan antar karakternya yang diperankan oleh Carissa Perusset, Refal Hady, Atikah Suhaime, dan Herjunot Ali.
Twivortiare, sebuah novel dengan latar belakang kehidupan rumah tangga, juga berhasil diangkat menjadi film pada tahun 2019. Dibintangi oleh Reza Rahadian dan Raihaanun, film ini menggambarkan kisah pasangan suami istri yang harus menghadapi masalah-masalah kompleks dalam hubungan mereka.
Karya terbaru Ika Natassa yang telah diadaptasi menjadi film adalah “The Architecture of Love,” yang rilis 30 April 2024. Disutradarai oleh Teddy Soeriaatmadja dan dibintangi oleh Putri Marino dan Nicholas Saputra, film ini menceritakan tentang perjalanan seorang penulis muda yang mencari inspirasi di New York dan menemukan cinta yang tak terduga.
2. Andrea Hirata
Andrea Hirata adalah seorang penulis novel kelahiran Gantong, Belitung Timur, Bangka Belitung pada tanggal 24 Oktober 1982. Namanya makin dikenal luas berkat kesuksesan novel pertamanya, “Laskar Pelangi,” yang kemudian menjadi best seller dan dilanjutkan menjadi tetralogi yang menggambarkan petualangan para tokohnya.
Kesuksesan Andrea Hirata tidak hanya berhenti di dunia literasi, tetapi juga merambah dunia film. Novel pertamanya, “Laskar Pelangi,” diadaptasi menjadi film dengan judul yang sama pada tahun 2008.
Film “Laskar Pelangi” mengisahkan kehidupan sekelompok anak-anak di Belitung Timur, Indonesia, yang berjuang untuk mendapatkan pendidikan di sekolah yang terbatas sumber dayanya. Film ini menggambarkan bagaimana persahabatan, kegigihan, dan semangat pantang menyerah mampu mengubah hidup seseorang.
Tak berhenti di situ, pada akhir tahun 2009, Andrea Hirata bersama Miles Films dan Mizan Production merilis sekuelnya, “Sang Pemimpi,” yang juga mendapat sambutan hangat dari penonton.
Film “Edensor” atau “Laskar Pelangi 2: Edensor” dirilis pada 2013. Film ini mengisahkan perjalanan karakter utamanya, Ikal, yang merasa terpanggil untuk melakukan perjalanan jauh ke Eropa untuk menemukan makna hidupnya. Film ini menyoroti tema perjalanan spiritual dan pencarian diri yang penuh dengan tantangan dan pelajaran tentang kehidupan.
3. Dewi Lestari
Dewi Lestari yang kerap disapa Dee tidak hanya dikenal sebagai seorang penyanyi yang berbakat, tetapi juga sebagai penulis yang mampu memukau para pembaca dengan karya-karya fiksinya. Wanita kelahiran 20 Januari 1976 ini telah menghasilkan lima belas buku fiksi dan dua buku non-fiksi yang berhasil menjadi best-seller.
Salah satu adaptasi film terkenal dari karya Dee adalah “Supernova: Ksatria, Putri, dan Bintang Jatuh” yang dirilis pada tahun 2014. Film ini mengisahkan tentang hubungan cinta terlarang antara Ferre dan Rana, di mana karakter-karakter dalam cerita fiksi yang ditulis oleh Dimas dan Ruben menjadi nyata dalam kehidupan nyata Ferre dan Rana.
Film lain yang diadaptasi dari karya Dee adalah “Perahu Kertas” yang terbagi menjadi dua bagian, “Perahu Kertas 1” dan “Perahu Kertas 2”. Kisah romantis antara Kugy dan Keenan yang berasal dari latar belakang yang berbeda menjadi pusat cerita yang menarik perhatian banyak penonton.
Kemudian, ada film “Filosofi Kopi” yang diadaptasi dari cerita pendek Dee Lestari. Film Filosofi Kopi Dewi Lestari ini mengisahkan tentang perjuangan dua sahabat, Ben dan Jody, dalam membuka kedai kopi Filosofi Kopi dan menciptakan kopi sempurna, serta menghadapi tantangan yang datang dari seorang pengusaha.
Film omnibus “Rectoverso” juga mengambil inspirasi dari karya Dee Lestari yang menggabungkan fiksi dan musik. Film yang rilis tahun 2013 ini terdiri dari sebelas cerita pendek yang diadaptasi oleh lima sutradara berbeda, sehingga menciptakan pengalaman sinematik yang unik.
Selain itu, “Madre” adalah drama yang diadaptasi dari cerita dalam buku Dee Lestari. Film yang rilis 2013 ini mengisahkan tentang Tansen, seorang pria yang menemukan tantangan baru dalam hidupnya ketika harus menjalankan sebuah toko roti yang diwariskan oleh kakeknya.
Secara keseluruhan, adaptasi film dari karya-karya Dee Lestari telah berhasil menarik perhatian dan mendapat apresiasi yang tinggi dari penonton. Ini membuktikan kemampuan Dee dalam membangun cerita yang memikat dan mendalam.
4. Pidi Baiq
Pidi Baiq dikenal sebagai salah satu penulis novel yang sukses mengadaptasi karyanya ke layar lebar. Lahir pada tanggal 15 Januari 1982 di Bandung, Pidi Baiq telah menghasilkan karya-karya yang mendapat sambutan baik dari masyarakat, khususnya kalangan remaja.
Karya terkenal Pidi Baiq yang diangkat menjadi film adalah seri Dilan, dimulai dari “Dilan: Dia adalah Dilanku Tahun 1990.” Dilan 1990 dirilis pada tahun 2018 dan dibintangi oleh Iqbaal Ramadhan dan Vanesha Prescilla. Rangkuman film Dilan 1990 mengisahkan perjalanan cinta romantis antara Dilan dan Milea dalam suasana nostalgia tahun 90-an.
Setelah Dilan 1990, dilanjutkan dengan “Dilan 1991” yang tayang pada tahun 2019. Masih disutradarai oleh Fajar Bustomi dan Pidi Baiq, film ini menghadirkan kisah lanjutan dari kisah cinta Dilan dan Milea, kali ini dengan berbagai konflik baru yang menguji hubungan mereka.
Kemudian, pada tahun 2020 diluncurkan film “Milea: Suara dari Dilan.” Film ini merupakan kelanjutan dari seri Dilan yang diceritakan dari sudut pandang Dilan. Dalam film ini, penonton dapat melihat sisi cerita yang tidak terungkap dalam dua film sebelumnya yang memberikan pandangan yang lebih mendalam tentang karakter Dilan.
Pidi Baiq juga menggarap film “Ancika: Dia yang Bersamaku 1995” yang tayang perdana pada tanggal 11 Januari 2024. Cerita di film ini menggambarkan pertumbuhan karakter dan dinamika hubungan antar karakter yang lebih kompleks dengan kehadiran tokoh Ancika.
Selain dari seri Dilan, Pidi Baiq juga menghasilkan film-film lain seperti “Baracas” yang merupakan film komedi pertamanya sebagai sutradara. Ada juga “Koboy Kampus” yang mengangkat kisah kehidupannya saat kuliah di ITB. Film-film ini menunjukkan keragaman dan kreativitas Pidi Baiq dalam menggarap karya-karyanya.
5. Adhitya Mulya
Adhitya Mulya adalah seorang penulis yang telah sukses menghasilkan karya-karya yang diadaptasi menjadi film. Lahir pada tanggal 3 Desember 1977, Adhitya Mulya telah menorehkan jejak prestasi di dunia sastra dan perfilman Indonesia.
Salah satu film yang diadaptasi dari karya Adhitya Mulya adalah “Sabtu Bersama Bapak” yang dirilis pada tahun 2016. Film ini sukses menampilkan kisah emosional tentang hubungan seorang ayah dan anak-anaknya.
Pada tahun 2016 juga dirilis film “Shy Shy Cat” yang diadaptasi dari novel karya Adhitya Mulya. Film ini menghadirkan kisah romantis yang manis dan komedi yang menghibur antara dua karakter utamanya.
Pada tahun 2017, Adhitya Mulya kembali meraih kesuksesan dengan film “Jomblo”. Film ini mengangkat kisah-kisah cinta dan kehidupan para jomblo dengan sudut pandang yang segar dan menghibur.
Tahun berikutnya, pada tahun 2018 film “Belok Kanan Barcelona” juga berhasil menarik perhatian penonton. Film ini bercerita tentang perjalanan hidup seorang pria yang menghadapi berbagai hal menarik di perjalanan menuju Barcelona.
Dari sekian film yang diadaptasi dari novel-novelnya, Adhitya Mulya berhasil menunjukkan kemampuan luar biasa dalam menciptakan cerita-cerita yang mengena di hati penonton. Karya-karyanya selalu menghadirkan dinamika hubungan yang menyentuh, sehingga film-film tersebut berhasil meraih apresiasi dan kesuksesan di ranah perfilman Indonesia.
Itulah 5 penulis novel yang bukunya dijadikan naskah film. Karya-karya mereka bukan hanya menginspirasi melalui tulisan, tetapi juga dapat memikat melalui visualisasi layar lebar. Setiap film yang diadaptasi dari novel memiliki keunikan dan kekuatan sendiri. Mereka berhasil memperlihatkan sudut pandang yang berbeda dari kisah yang telah diceritakan sebelumnya, sehingga menambah dimensi baru yang memikat bagi para penonton.
Saat memilih dan menonton film, sangat penting untuk memperhatikan kategori usia dan etika yang berlaku. Kategori usia ini ditetapkan oleh Lembaga Sensor Film (LSF) untuk memberikan panduan kepada penonton terkait konten yang sesuai dengan usia mereka. Setiap film memiliki kategori usia yang berbeda, mulai dari dewasa, remaja, hingga semua umur.
Selain itu, penting juga untuk menghormati etika di bioskop atau platform layanan streaming yang kamu gunakan. Jika menonton di bioskop, ikuti aturan dan ketentuan yang berlaku, seperti larangan membawa makanan atau minuman dari luar, menjaga kebersihan tempat duduk, dan menjaga ketertiban selama pemutaran film.
Penting untuk diingat bahwa menonton film secara legal di platform resmi merupakan langkah yang mendukung keberlangsungan industri perfilman. Kita harus turut menghormati peraturan hukum yang mengatur hak cipta dan distribusi konten audiovisual.
Dukungan yang kita berikan dengan menonton film secara legal juga berarti kita menghargai karya intelektual para pembuat film. Ini membantu menciptakan lingkungan yang kondusif bagi perkembangan industri perfilman yang inovatif dan kreatif.
#Adhitya Mulya #Andrea Hirata #Filosofi Kopi Dewi Lestari #ika natassa #rangkuman film Dilan 1990