Ulasan
(Ulasan) Apa Benar Indonesia Darurat Sampah?
Coba jawab jujur, apakah anda sudah cukup peduli terhadap sampah?
Bila jawabannya belum cukup peduli, artikel ulasan berikut akan menjabarkan seberapa bahaya dan daruratnya masalah sampah di Indonesia.
Kondisi Sampah Di Indonesia
Sampah merupakan salah satu permasalahan nasional dan internasional. Mengutip dari tirto.id, berdasarkan penelitian yang diterbitkan oleh McKinsey and Co. dan Ocean Conservancy.
Indonesia menduduki posisi No. 2 sebagai penyumbang sampah plastik terbesar di dunia setelah Tiongkok.
Dalam Buku Statistik Lingkungan Hidup Indonesia Tahun 2018 yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia (KLKH) serta Kementrian Perindustrian menyebutkan, di tahun 2016 jumlah timbunan sampah yang terkumpul mencapai 65,2 juta ton/tahun.
Tiga sampai empat ton nya masuk ke sungai dan laut.
Itu baru dari segi sampah. Belum lagi perihal limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) sisa industri.
Pakar sampah Dini Trisyanti, co-founder dari Sustainable Waste Indonesia, menyatakan bahwa permasalahan sampah datang dari kita semua dan merupakan tanggung jawab bersama.
Yang mana kalau tidak segera diatasi maka sampah akan seperti bom waktu yang dapat menimpa seluruh lapisan masyarakat.
Penyebab Sampah yang Kian Menggunung
Semakin banyaknya sampah yang beredar beberapa tahun terakhir tentu membuat kita berpikir mengenai penyebabnya. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), ada 2 hal yang membuat sampah kian membludak seperti saat ini, yaitu:
1. Pertambahan Jumlah Penduduk
Dengan bertambahnya penduduk, secara otomatis sampah yang dihasilkan pun akan meningkat, terutama di kota-kota besar di Indonesia. Setiap orang memiliki kesadaran terhadap lingkungan yang berbeda-beda.
Ada yang mencoba meminimalisir jumlah sampah, tetapi tidak sedikit juga yang masih tidak begitu peduli terhadap masalah sampah.
Penggunaan kantong plastik belanja misalnya. Menurut data yang diolah oleh Survei Sosial Ekonomi Nasional Modul Ketahanan Sosial 2017 mengungkapkan 8,7% orang-orang yang selalu membawa kantong belanjaan, 9,9% sering membawanya, 26,5% kadang-kadang, dan 54,8% tidak pernah membawa kantong belanjaan.
Masih dari survei yang sama, ternyata setiap Rumah Tangga memiliki perbedaan perlakuan dalam memperlakukan sampah. 66,8% dari mereka membakar sampah tersebut dan 1,2% nya mengelompokkan sampah tersebut untuk didaur ulang.
2. Perubahan Pola Konsumsi Masyarakat Indonesia
Seperti yang disebutkan pada No. 1, daerah perkotaan merupakan penyumbang sampah terbanyak. Menurut sumber What a waste, World Bank 2018, semakin tinggi pendapatan suatu daerah (GDP), maka sampah yang dihasilkan semakin besar.
Contohnya untuk daerah perkotaan, dimana masyarakatnya banyak mengkonsumsi makanan siap saji. Dari tempat tersebut, ada begitu banyak sampah yang dihasilkan perharinya.
Seperti wadah tempat makanan, sendok atau garpu plastik, dan pembungkus makanan. Belum lagi botol minuman yang sering dibeli oleh orang-orang perkotaan.
Itu baru dari satu bidang, belum memasuki ke dalam aspek pemenuhan kebutuhan sehari-hari dimana wadahnya mayoritas berupa plastik dan beberapa aspek lainnya.
Ancaman yang Mengintai Apabila Sampah Tidak Diolah dengan Baik
Tidak hanya banjir, ternyata dampak dari sampah lebih besar daripada itu. Dimana dari masing-masing dampak tersebut, akan menimbulkan permasalahan baru lainnya yang cukup mengerikan.
1. Pencemaran Lingkungan Air
Pencemaran air (baik itu air laut, air tanah, air sungai, air danau) terjadi karena masuknya komponen seperti unsur energi, dan zat lainnya yang bercampur dengan air sehingga menurunkan kualitas dari air tersebut.
Perairan yang tercemar tentu akan mendatangkan wabah penyakit karena air dapat berfungsi sebagai tempat berkembangnya mikroorganisme patogen.
Selain itu ekosistem di perairan menjadi tidak seimbang. Beberapa spesies ikan maupun biota air lainnya akan mati karena rantai makanan yang terganggu.
Hal ini dapat menyebabkan jumlah predator air menjadi berkurang sehingga hama menjadi meledak. Tumbuhan air pun akan mati karena perubahan pH pada air yang menjadi asam yang disebabkan oleh kondisi air yang tercemar.
Ada banyak penyebab pencemaran pada air, seperti kebiasaan masyarakat dalam membuang sampah ke suatu area sehingga terjadinya penumpukan sampah di darat ataupun membuang sampah ke sungai.
Juga perubahan tata guna lahan, bertambahnya jumlah penduduk, kurangnya kesadaran masyarakat terhadap kelestarian lingkungan sungai, dan juga limbah industri yang langsung dibuang ke sungai.
Tumpukan sampah ternyata menghasilkan limpasan cairan beracun, dimana biasa disebut leachate, cairan tersebut dapat mengalir ke sungai atau menyerap ke dalam tanah. Limpasan merupakan aliran air yang mengalir di atas permukaan tanah karena penuhnya kapasitas infiltrasi tanah.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyebutkan bahwa pencemaran Daerah Aliran Sungai (DAS) di Indonesia cenderung meningkat dari tahun ke tahun.
Padahal fungsi DAS di Indonesia berperan dalam menopang kelangsungan ekosistem di sekitarnya, menjaga keanekaragaman hayati, nilai ekonomi bagi warga di sekitar sungai, transportasi, sebagai tempat pariwisata, dan lain lain.
Mengutip mediaindonesia.com, menurut Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, kualitas air sungai di Indonesia pun kebanyakan dalam kondisi tercemar.
Dari 82 sungai yang dipantau pada 2016 dan 2017, ada 50 sungai yang kondisinya tidak berubah, 18 sungai lainnya mengalami perbaikan kualitas, dan 14 sungai sisanya memiliki kondisi yang kian memburuk.
Di tahun 2014-2019 ini, ada 15 DAS yang menjadi prioritas untuk dipulihkan karena kondisinya yang buruk. Enam DAS di Pulau Jawa yaitu Citarum, Ciliwung, Cisadane, Serayu, Bengawan Solo, dan Brantas.
Lima DAS di Sumatera yaitu Asahan Toba, Siak, Musi, Way Sekampung, dan Way Seputih. Dua DAS di Sulawesi yaitu DAS Jeneberang dan Saddang. Dua DAS lainnya yaitu DAS Kapuas (Kalimantan) dan DAS Moyo (Nusa Tenggara Barat).
2. Pencemaran Udara Hingga Pemanasan Global
Mungkin kita mengira dengan membakar sampah, secara tidak langsung dapat mengurangi keberadaan sampah. Ternyata kegiatan tersebut tidaklah dibenarkan.
Hal ini diuraikan pada UU No. 18 Tahun 2008, pasal 29 ayat 1 butir g ; Setiap orang dilarang membakar sampah yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis pengelolaan sampah.
Serta pada pasal 12 ayat 1 menyatakan bahwa setiap orang dalam pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga wajib mengurangi dan menangani sampah dengan cara yang berwawasan lingkungan.
Sampah yang dibakar dapat menghasilkan partikel kimia yang berbahaya untuk kesehatan.
Mulai dari iritasi mata, gangguan pernapasan, merusak organ tubuh, hingga memicu kanker. Partikel tersebut biasanya beterbangan kemana-mana lalu hinggap pada benda-benda yang ada di sekitar kita.
Mengutip dari doktersehat.com, dampak negatif dari pembakaran sampah terhadap lingkungan antara lain:
- Mengganggu keseimbangan lingkungan dimana asap dapat menyebabkan ozon menjadi tertutup sehingga memicu pemanasan global
- Menyebabkan perubahan iklim yang cukup cepat
- Mengganggu pemandangan
- Menurunkan kadar oksigen dalam udara
- Menyebabkan kebakaran lahan apabila pembakaran dilakukan di ruangan terbuka serta dekat dengan semak kering.
Dari dampak yang disebutkan tadi, efek paling serius yaitu perubahan iklim yang berdampak pada pemanasan global.
Selama ini kita hanya menyadari bahwa pemanasan global penyebabnya berasal dari asap pabrik industri, asap kendaraan bermotor, dan juga penggundulan hutan.
Namun ternyata sampah pun memiliki peran dalam memberikan dampak pada pemanasan global.
Banyak sekali masyarakat di Indonesia yang membakar sampah-sampah. Pembakaran sampah yang memiliki efek paling besar terhadap pemanasan global yaitu pembakaran terbuka pada limbah pertanian, peternakan, dan sampah perkotaan. Pembakaran tersebut melepaskan partikel seperti dioxin, gas metana, karbon, dsb.
Metana merupakan salah satu Gas Rumah Kaca (GRK) yang memiliki pengaruh paling besar terhadap pemanasan global, dimana memiliki dampak 34 kali lebih besar dari Karbon dioksida (CO2).
Salah satu ancaman serius dari pemanasan global selain perubahan iklim yang begitu cepat yakni naiknya permukaan air laut.
Terjadi demikian dikarenakan pemanasan global menyebabkan suhu bumi menjadi meningkat sehingga volume air di bumi pun meningkat karena mencairnya es di kutub.
Kenaikan permukaan air ini dapat menyebabkan :
A. Tenggelamnya Pulau-Pulau Kecil
Hal ini dapat mengancam daerah di utara Pulau Jawa dan juga pulau-pulau kecil yang ada di Indonesia.
Naiknya permukaan air laut bisa mencapai 500 meter dan hal tersebut berpotensi melenyapkan lebih dari 150 rumah di pesisir pantai dan juga pulau-pulau kecil di Indonesia bahkan seluruh dunia.
Salah satu pulau yang terancam yaitu Pulau Gee, Halmahera Timur, Maluku Utara.
Menurut Ariv Havas Oegroseno, Deputi Bidang Kedaulatan Kemaritiman Koordinator Kemaritiman, yang dilansir oleh mongabay.co.id, menyatakan bahwa Indonesia telah kehilangan sekitar 29 ribu hektar tanah akibat naiknya permukaan air laut di kawasan utara Jawa dan kawasan lainnya.
B. Kehilangan Mata Pencaharian
Dengan tenggelamnya beberapa area akibat air laut yang meningkat, akan berefek pada hilangnya mata pencaharian bagi warga di sekitarnya yang pada umumnya merupakan nelayan.
Dan ini akan merembet pula ke tingkat kemiskinan jika mereka tidak segera mendapatkan pengganti dari sumber penghasilannya.
C. Banjir Rob
Banjir Rob merupakan banjir air laut atau naiknya permukaan air laut yang terjadi karena air laut yang sedang pasang sehingga mengenai daratan.
Daerah yang sering mengalami hal ini adalah Semarang dan Demak, disebabkan oleh penurunan muka tanah dan naiknya permukaan air laut.
3. Pencemaran Laut
Kondisi lautan kini banyak dipenuhi oleh sampah, seperti sampah botol minuman, kantong plastik, putung rokok, bahkan baby walker pun pernah ditemukan di dasar laut.
Kini dibeberapa area perairan bila dilihat dari atas akan nampak sampah yang terhimpun hingga menyerupai daratan dengan luas bermil persegi.
Sayangnya, sampah-sampah tersebut hanya 5% dari semua sampah plastik yang terbuang ke laut. Yang artinya 95% sampah berada di bawah permukaan air laut.
Semua sampah tersebut tidak hanya akan mengancam kelangsungan hidup makhluk di air tetapi juga merusak tatanan ekosistem yang ada.
Menurut laporan yang dibuat oleh Ocean Conservancy, pada tahun 2015 menyebutkan bahwa terdapat 5 negara di dunia yang menyebabkan banjirnya sampah-sampah di lautan.
Mereka adalah Tiongkok, Indonesia, Filipina, Thailand, dan Vietnam. Kelima negara tersebut menggelontorkan 60% sampah plastik ke lautan di seluruh dunia.
Nicholas Mallos, direktur program sampah laut di Ocean Conservancy, yang dilansir dalam mongabay mengatakan “Dengan tingkat kecepatan seperti ini, kami memperkirakan menjelang 2025, untuk setiap 3 ton ikan, akan ada 1 ton sampah plastik di laut.
Jumlah yang membuat konsekuensi ekonomi dan lingkungan menjadi sangat parah dan tak terbayangkan.”
Tentunya kondisi tersebut membawa dampak yang cukup besar terhadap kelangsungan masyarakat Indonesia sendiri, mengingat Indonesia berada di posisi kedua sebagai penyumbang sampah terbesar di darat dan juga laut.
Dampak tersebut sudah mulai dirasakan oleh masyarakat Indonesia, seperti:
A. Pencemaran Mikroplastik di dalam Pencernaan Ikan
Mikroplastik merupakan potongan plastik yang ukurannya lebih kecil dari 4,8 mm. Sangat berbahaya karena mengandung bahan kimia seperti Polychlorinated biphenyls (PCB), yang apabila termakan oleh makhluk laut, bisa menyebabkan keracunan.
Mengutip dari PCB Free Indonesia, PCB sangat berbahaya bagi kesehatan, karena :
- Sifatnya yang tidak mudah larut di dalam air tetapi larut di dalam minyak atau lemak. Artinya jika senyawa ini masuk ke dalam tubuh, maka tidak akan mudah dikeluarkan dari dalam tubuh tetapi akan tertahan dan terakumulasi secara biologis dalam jaringan lemak dan diturunkan kepada keturunannya.
- PCB dapat menyebabkan kanker, mengganggu sistem kekebalan tubuh, sistem saraf, dan menyebabkan penebalan kulit bagi makhluk yang terpapar senyawa ini.
- Saat PCB terlepas ke lingkungan, senyawa ini akan tetap berada dalam lingkungan tersebut selama generasi-generasi selanjutnya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh University of California pada tahun 2014-2015, menyebutkan, 28% dari sampel ikan yang dijual di pasar tradisional Manado, ternyata terdapat mikroplastik di dalam pencernaannya.
Di lain penelitian yang dilakukan antara Universitas Murdoch (Australia) dan Universitas Udayana (Bali) dengan mengambil lokasi di Nusa Penida, Bali dan Taman Nasional Pulau Komodo, Nusa Tenggara Timur (NTT) pada tahun 2015 lalu.
Hasilnya menyatakan bahwa mereka menemukan mikroplastik pada setiap pelaksanaan survei di kedua lokasi tersebut selama musin penghujan.
Area penelitian yang dilakukan di Bali dan NTT merupakan tempat mencari makan bagi ikan pari manta. Manta merupakan hewan yang mampu menyaring air dengan kemampuan 90 ribu liter/jam.
Sayangnya, air yang mengandung mikroplastik membuatnya harus menelan sekitar 40-90 potong plastik/jam. Hal ini akan berdampak pada reproduksi yang terganggu dan punahnya ikan pari manta ini.
Padahal 2 area tersebut merupakan daerah yang terkenal karena obyek wisata bawah lautnya. Seperti Nusa Penida yang menjadi tempat berenang atau menyelam bersama pari manta merupakan salah satu wisata yang paling dicari.
Tidak hanya pari manta, zooplankton pun disinyalir terdapat mikroplastik. Zooplankton merupakan organisme kecil dalam ekosistem yang dimakan oleh anak-anak ikan. Yang apabila termakan oleh ikan, maka ikan tersebut pun terpapar mikroplastik di dalamnya.
Hewan lain yang secara tidak sengaja mengkonsumsi mikroplastik yaitu hiu paus. Termasuk dalam satwa penyaring air, bisa menelan air sebanyak 300 meter kubik/jam. Tiga kali lipat dari pari manta.
B. Kandungan Air Laut yang Menjadi Asam
Seperti dijelaskan sebelumnya mengenai pemanasan global. Ternyata Gas Rumah Kaca (GRK) penyebab global warming turut membuat laut menjadi semakin asam.
Hal ini dikarenakan Karbon dioksida (CO2), salah satu GRK, mengurangi kemampuan lautan dalam memproduksi gas Dimethylsuphide (DMS), gas yang dapat membantu mendinginkan bumi.
Gas ini membantu memadatkan awan dan memantulkan kembali sinar matahari ke luar angkasa.
Menurut tim ilmuwan internasional dari Institut Meteorologi Max Planck (MPI-M) yang dirangkum oleh greeners.co, pengasaman pada laut berpotensi dalam memperburuk polusi pemanasan di bumi. Hal ini akan berdampak pula pada perubahan iklim dan juga terancamnya ekosistem laut.
C. Kerugian Sektor Ekonomi
Tidak hanya mengancam ekosistem di laut, sampah-sampah di laut pun turut memberi dampak buruk pada perekonomian di Indonesia. Disinyalir, kerugian yang di derita mencapai 2,91 miliar dolas AS atau sekitar 39 triliun rupiah/tahun.
Hasil penelitian tersebut dikemukakan oleh Co-founder Making Ocean’s Plastik Free (MOPF), Roger Spranz. Kerugian paling dominan menghantam sektor Pariwisata dan Perikanan.
Indonesia merupakan negara maritim, dengan wilayah laut yang luas menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara penghasil produk laut terbesar di dunia. Sektor laut pun juga menyerap 4% jumlah total tenaga kerja di Indonesia.
Laut pun turut memberikan keuntungan dari sektor pariwisata, banyaknya destinasi wisata laut yang indah di Indonesia acap kali mengundang berbagai turis baik lokal maupun mancanegara.
Kehadiran mereka pun berpengaruh pada peningkatan pendapatan masyarakat sekitar tempat wisata.
4. Pencemaran Tanah
Tanah yang sudah tercemar karena limbah ataupun sampah ternyata dapat membuat tanah menjadi tidak subur. Hal tersebut akan berdampak pada hasil pertanian yang menurun, tumbuh-tumbuhan juga menjadi layu.
Rusaknya salah satu populasi maka rusak pula ekosistem di daerah tersebut. Pemandangan pun menjadi tak enak dilihat karena kebaradaan sampah-sampah yang berceceran.
Menurut thegorbalsla.com, penyebab dari pencemaran tanah ini sangat beragam. Diantaranya disebabkan oleh :
- Kebocoran limbah, baik itu limbah padat ataupun cair
- Kebocoran bahan kimia industi
- Penggunaan pestisida yang berlebihan
- Kecelakaan kendaraan pengangkut minyak
- Bahan-bahan yang berakibat pada pencemaran tanah. Seperti merkuri, seng, arsenic, tembaga, dan lain lain.
- Air limbah penimbunan sampah
Dari beberapa penyebab yang disebutkan di atas, salah satunya dialami oleh warga di sekitar (Tempat Pembuangan Akhir) TPA Sampah Kaliori, Banyumas, Jawa Tengah.
Air limbah timbunan sampah menjadi masalah yang serius di daerah tersebut. Kondisi air tanah di sekitar TPA sudah sangat buruk karena air berubah warna menjadi coklat dan berbau.
Sawah-sawah yang digarap oleh warga pun tidak dapat difungsikan sebagaimana mestinya sejak tahun 2015 dikarenakan air limbah dari sampah TPA masuk dan mencemari area persawahan.
Sawah seluas 5 hektar tersebut hanya ditumbuhi oleh alang-alang. Kerugian materi pun dirasakan oleh warga yang menjadi petani disana.
Menurut Slamet (petani di sekitar TPA Kaliori), ia yang biasanya bisa menghasilkan Rp 3.500.000 untuk sekali panen, kini sudah sangat sulit sekali untuk panen karena padi yang tidak bisa tumbuh.
Diketahui bahwa sawah tersebut bisa mencapai 2 kali panen dalam setahun. Kondisi ini dipicu oleh kondisi TPA yang sudah overload. Setiap harinya TPA Kaliori harus menampung sampah sebanyak 400 ton sampah.
5. Sumber Penyakit
Beberapa jenis penyakit kerap sekali menghantui penduduk yang tinggal di sekitar TPA. Misalnya pada warga di sekitar TPA Kaliori, Banyumas, Jawa Tengah.
Timbunan sampah yang sudah melampaui batas, membuat sampah-sampah tersebut menimbun Instalasi Air Limbah (IPAL) di sana.
Kolam-kolam IPAL yang seharusnya menampung air yang keluar dari tempat penampungan sampah untuk diolah terlebih dahulu, menjadi tidak berfungsi dengan baik.
Kondisi IPAL yang tercemar membuat perairan disana mengalami penurunan kualitas. Para warga pun banyak yang terkena penyakit kulit seperti gatal-gatal.
Penyakit yang disebabkan oleh sampah ternyata tidak hanya dapat menimpa masyarakat yang tinggal di dekat TPA. Warga yang jauh dari TPA pun juga bisa terkena penyakit.
Keadaan bisa terjadi kalau kita mengkonsumsi hewan yang telah terkontaminasi oleh penyakit.
Terungkap bahwa ada banyak puluhan sapi dan kambing yang berkeliaran dan memakan sisa-sisa sampah organik dan anorganik di TPA Sampah, Piyungan, Bantul, Yogyakarta dan di TPA Putri Cempo, Mojosongo, Surakarta.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Sebelas Maret, Solo, pada tahun 2017 yang meneliti sapi yang mengkonsumsi sampah di area TPA Putri Cempo.
Diketahui sapi tersebut mengandung timbal atau plumbum (Pb) yang cukup tinggi, melebihi ambang batas. Adapun ambang batas kandungan Pb yang ditentukan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yaitu 1 ppm (part per million).
Sedangkan pada sapi tersebut menunjukkan hasil 13-17 ppm untuk sapi pemakan sampah lama. Lalu 1,46-1,7 untuk sapi pemakan sampah baru.
Bahaya dari mengkonsumsi sapi atau kambing yang memakan sampah yaitu dapat menyebabkan :
- Gangguan pencernaan
- Kanker untuk konsumsi jangka panjang
- Penuaan dini
- Menurunkan daya tahan tubuh
- Penurunan tingkat kecerdasan (IQ) pada anak-anak
- Pembengkakan hati
- Merusak organ tubuh
Masih mengenai penyakit yang menimpa masyarakat akibat dampak dari sampah. Kini anak-anak Indonesia akan dibayangi oleh penyakit stunting.
Stunting merupakan penyakit yang ditandai dengan tinggi badan anak yang kurang dibandingkan anak-anak yang lain.
Mengutip dari halosehat.com gejala dari stunting yaitu :
- Berat badan anak yang tidak naik, bahkan cenderung menurun
- Perkembangan tubuh anak terhambat, seperti telat menarche (menstruasi pertama pada anak perempuan
- Anak yang mudah terserang berbagai penyakit infeksi
Pada tahun 2013, berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Kesehatan Dasar Kementrian Kesehatan Indonesia, menjabarkan bahwa 9,2 dari 24,5 juta anak yang berusia di bawah usia lima tahun menderita stunting.
Berarti satu dari tiga anak Indonesia memiliki tinggi badan di bawah standar usianya.
Selain karena faktor kekurangan gizi, penyakit timbul karena dampak dari lingkungan hidup yang terus mengalami kerusakan. Seperti kerusakan pada hutan, lahan gambut, sanitasi yang buruk, dan DAS yang tercemar.
Salah satu kasus yang cukup memprihatinkan terjadi di Palembang, dimana anak-anak sungai Musi dan rawa yang berada di Palembang mengalami kerusakan yang cukup parah. Air pada perairan tersebut kini berwarna hitam dan berbau.
Selain itu pada musim hujan air disana dipenuhi oleh sampah sehingga membawa kuman penyakit yang semakin banyak.
Keluarga dengan perekonomian yang rendah terpaksa tetap menggunakan air dengan kualitas buruk tersebut. Sehingga mereka rentan terhadap penyakit dan dapat menurunkan imun tubuh.
6. Sumber Bencana
Dari aspek bencana, seperti yang kita ketahui bahwa sampah dapat menyebabkan bahaya banjir. Kebiasaan masyarakat membuang sampah ke sungai dapat menghambat pergerakan aliran air terhambat.
Arus yang tidak lancar ini dapat menyebabkan banjir terutama sekali kalau curah hujan sedang tinggi. Bencana ini tidak hanya menimbulkan kerugian secara materi tetapi juga selalu menelan korban meninggal dan korban hilang.
Berdasarkan informasi dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), jumlah kejadian banjir dan korban meninggal berdasarkan pulau di tahun 2016-2017 yaitu :
- Pulau Jawa, 897 kasus (242 korban jiwa)
- Pulau Sumatera, 385 kasus (94 korban jiwa)
- Pulau Kalimantan, 182 kasus (9 korban jiwa)
- Pulau Bali & Nusa Tenggara, 86 kasus (14 korban jiwa)
- Pulau Sulawesi, 189 kasus (44 korban jiwa)
- Pulau Maluku & Papua, 66 kasus (30 korban jiwa)
Tidak hanya banjir, sampah yang kian menggunung ternyata juga dapat menimbulkan longsor.
Bukan tanah longsor yang terjadi, melainkan longsor sampah yang terjadi pada 21 Februari 2005 lalu di daerah Leuwigajah, Cimahi yang merupakan TPA (Tempat Pembuangan Akhir).
Sebuah musibah yang baru pertama kali terjadi di Indonesia ini diperkirakan mengubur 167 penduduk yang tertimbun sampah setebal 5-7 meter, 86 rumah penduduk lenyap, dan 8,5 hektar kebun serta lahan pertanian milik warga Kampung Pojok terkubur oleh sampah.
Kejadian ini dipicu oleh hujan deras yang terus mengguyur daerah tersebut selama 2 hari.
Ahli Geofisika Eksplorasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Dr Edi Utomo, menambahkan, longsor diduga terjadi akibatkan material sampah organik dan organik yang belum kompak menyebabkan air masuk di sela-sela sampah yang renggang.
Ketika tekanan air semakin berat, kestabilan gunungan sampah menjadi tak seimbang. Gas metana (CH4) dalam jumlah besar pun turut berperan dalam kejadian ini, gas tersebut menghasilkan ledakan pada saat kejadian karena terperangkap di dalam tumpukan sampah.
Kita Masih Bisa Berbuat Sesuatu Untuk Lingkungan
Persoalan sampah ternyata membawa efek yang besar terhadap kehidupan manusia. Meskipun begitu, masih ada yang bisa dilakukan agar dampak buruk tersebut tidak meluas kemana-mana.
Kita pasti sudah mengenal cara kerja 4R (Replace, Reduce, Re-use, dan Recycle) dalam mengolah sampah. Kita bisa memulai dari diri sendiri serta lingkungan keluarga untuk menerapkannya.
Adapun contoh dari 4R tersebut yaitu :
1. Replace (Mengganti)
Kita bisa mengganti beberapa barang yang biasa kita pakai dengan produk-produk yang lebih ramah lingkungan, seperti :
- Menggunakan clodi sebagai pengganti popok sekali pakai yang ternyata sangat berbahaya untuk lingkungan.
- Menggunakan pembalut kain untuk wanita yang sedang datang bulan, karena nyatanya sampah pembalut ini pun juga sulit untuk diurai serta membawa dampak yang buruk bagi lingkungan.
2. Reduce (Mengurangi)
Kita bisa mengurangi sampah dari beberapa kebiasaan berikut :
- Membawa botol minuman untuk menemani aktivitas kita diluar. Selain bisa lebih hemat, kitapun bisa mengurangi sampah botol plastik.
- Membawa bekal makanan sendiri. Sudah pasti lebih hemat dan bisa mengurangi sampah styrofoam atau sampah kemasan makanan lainnya.
- Selalu membawa tas belanjaan saat berbelanja.
3. Re-use (Memakai)
Kita bisa menggunakan kembali barang-barang yang sudah tidak terpakai, seperti :
- Saling bertukar pakaian yang masih layak pakai. Beberapa kali acara seperti ini kerap diadakan guna mengurangi sampah tekstil. Kamu juga bisa ikutan lho.
- Bisa juga menyumbangkan pakaian atau barang apapun yang sudah tidak terpakai dan masih layak pakai ke korban-korban bencana alam. Selain bisa mengurangi sampah, kita juga turut membantu orang-orang yang kesulitan. Daripada terbuang percuma atau menjadi rusak.
4. Recycle (Daur Ulang)
Kita bisa mengelompokkan sampah-sampah yang dihasilkan dari rumah untuk kemudian didistribusikan ke pelaku bisnis sampah atau bank sampah.
Misalnya dengan mengelompokkan sampah plastik, sampah organik, sampak kardus, sampah kertas, dan lain-lain.
Tidak hanya dapat mengurangi sampah, kita pun bisa mendapatkan manfaat ekonomi dari kegiatan pengelompokkan sampah ini.
Sampah yang tidak diolah dengan baik memang membawa dampak yang cukup mengerikan bagi bumi dan seisinya. Namun akan membawa keberkahan bagi banyak pihak kalau kita mau peduli dan bijak terhadap pengolahan sampah.
Nyatanya ada banyak orang-orang yang terbantukan secara ekonomi karena dapat mengolahnya dengan baik.
Dari berbagai ancaman serius yang ditimbulkan karena sampah, dimana manusia memiliki andil yang sangat besar terhadap bencana tersebut. Sudah sepatutnya kita menumbuhkan kesadaran dalam mengolah sampah.
Setidaknya kita bisa meminimalisir sampah. Dimulai dari diri kita lalu turut mengkampanyekan atau setidaknya mengajak orang-orang di sekitar untuk peduli terhadap sampah.
Yuk, sama-sama kita bijak terhadap sampah..
#bijak sampah #indonesia darurat sampah #sampah #sampah di indonesia #sampah plastik