Artikel

Cegah Bullying dengan Empati

Beberapa hari lalu, ada sebuah kisah tentang seorang siswa siswi SMP di Kebumen yang terpaksa mengamen dengan menggunakan baju badut. Cindy, siswi SMP yang dipaksa oleh keadaan menjadi pengamen, menggantikan posisi ayahnya yang sudah wafat. 

Namun, bukannya mendapat empati dari teman-teman dan tetangganya, Cindy malah menjadi bahan olok-olokan. Padahal ikhtiar  yang dilakukan oleh Cindy sangat mulia. Dia mengamen untuk membantu memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. 

Indonesia Menempati Posisi ke-5 Dalam Kasus Bullying

sumber: freepik.com

Sayangnya, perilaku mengolok-olok teman yang memiliki kekurangan yang dapat dikategorikan sebagai bullying ini masih lumrah terjadi di Indonesia. Indonesia kini berada di peringkat ke-5 dari 78 negara yang muridnya mengalami kasus bullying paling banyak di dunia. 

Dilansir dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), total laporan bullying di Indonesia dari tahun 2011 hingga 2019 mencapai angka 37.381 kasus. Sebanyak 2.473 kasus terjadi di dunia pendidikan. 

Di tahun 2018, Organisation of Economic Co-operation and Development (OECD) mengungkapkan bahwa 41,1 persen murid di Indonesia pernah mengalami bullying

Fakta yang lebih mengejutkan lagi, 14 persen pelaku perundungan pernah ada di posisi sebagai korban. Untuk tahu lebih lengkap tentang bullying, silakan klik di sini

Kita harus segera memutus mata rantai korban menjadi pelaku agar bullying tidak lagi terjadi di mana pun. Salah satunya dengan mengajarkan empati pada anak sejak dini. 

Mengenalkan Rasa Empati Sejak Dini

Empati merupakan sebuah keterampilan hidup yang harus diajarkan sejak kecil. Empati adalah kemampuan untuk mengerti apa yang dirasakan oleh orang lain dan mampu untuk menempatkan  diri seolah kita ada di posisi orang tersebut. 

Dalam beberapa penelitian, disebutkan bahwa empati berperan penting dalam membangun hubungan yang sehat dan bahagia dalam keluarga dan pertemanan. Selain itu, seseorang dengan empati dapat menempatkan dirinya dengan baik  dan untuk anak-anak, dapat bersekolah dengan baik. 

Pentingnya Mengajarkan Rasa Empati Pada Anak

sumber: freepik.com

Pada dasarnya anak-anak memiliki sikap egosentris dan cenderung hanya memikirkan diri mereka sendiri. Mereka belum dapat memikirkan apa yang dibutuhkan dan apa yang dirasakan orang lain. 

Kemampuan berempati merupakan keterampilan hidup yang sangat penting untuk dimiliki hingga mereka menjadi dewasa. Dengan berempati seorang anak mampu memahami perasaan orang lain, bagaimana mereka harus bersikap pada orang lain dan alasan atas apa yang dirasakan seseorang. Anak-anak dengan empati akan mampu memutuskan respon apa yang harus diberikan atas setiap kejadian. 

Sedangkan jika anak tidak memiliki kemampuan untuk berempati, dia akan tumbuh menjadi pribadi yang tidak peduli dengan orang lain. Dia tidak dapat memahami orang lain, cenderung merendahkan atau meremehkan orang lain dan tidak jarang berujung pada bullying kepada orang lain yang dianggap lebih rendah darinya.

Jika anak tidak memiliki rasa empati, akan sulit baginya mendapatkan teman. Orang tanpa empati cenderung akan dijauhi atau tidak disukai oleh orang-orang sekitar.  Saat tumbuh dewasa, orang tanpa empati akan lebih mudah stress, depresi, cemas dan cenderung rentan memikirkan hal-hal yang berbau suicidal

Manfaat Mengajarkan Empati Pada Anak

  • Anak-anak mampu menciptakan rasa aman dan hubungan yang lebih baik dengan orang lain. 

Seperti cerita Cindy, jika teman-temannya dan tetangganya mampu berempati dan merasakan bagaimana seandainya ada di  posisi Cindy, tentu Cindy tidak akan mengalami diolok-olok oleh temannya. Sebaliknya, teman-temannya akan memberikan dukungan bagi Cindy agar terus semangat menjalani hidupnya. .

  • Anak-anak mampu bertoleransi dan menerima orang lain. 

Dengan empati, anak-anak bisa saling menghormati dan menerima kekurangan dan kelebihan orang lain. Penerimaan ini karena mereka mampu merasakan dan memahami bagaimana jika mereka ada di posisi orang lain.  

sumber: freepik.com
  • Anak-anak lebih sehat secara mental. 

Anak dengan empati dapat lebih sehat secara mental karena mampu berbagi pengalaman dan emosi dengan orang lain. Anak-anak yang mampu berempati pun dapat  meregulasi emosinya sendiri. Selain itu, empati dapat menumbuhkan sikap positif terhadap orang lain.

  • Mencegah terjadinya bullying. 

Bullying biasanya dilakukan oleh orang yang merasa lebih kuat dan dominan atas orang lain yang lebih lemah. Biasanya terjadi kepada anak-anak yang kurang mampu, tidak percaya diri atau memiliki disabilitas. Dengan berempati, tentu bullying  tidak akan terjadi karena saling memahami dan mengerti satu sama lain. 

  • Anak-anak menjadi lebih bahagia dan bersyukur. 

Dengan berempati, anak-anak mampu memahami dan mengerti kondisi orang lain. Hal ini akan membuat mereka  lebih bersyukur karena tidak harus berada di posisi orang yang sedang kesulitan. Dengan bersyukur, anak-anak akan merasa cukup dan bahagia. 

  • Anak-anak tumbuh menjadi pribadi percaya  diri. 

Berhubungan juga dengan tindakan bullying, dengan anak-anak yang berempati, anak-anak yang memiliki kekurangan tidak akan merasa rendah diri atau merasa lebih rendah  daripada orang lain. Hal ini karena anak-anak yang merasa kurang akan mendapatkan dukungan dan support  dari anak-anak lain. Bukan olok-olok atau celaan yang membuat mereka semakin terpuruk dalam kekurangan mereka. 

  • Anak-anak dapat tumbuh menjadi anak yang sukses secara akademik dan karir.

Empati membuat anak-anak mampu berpikir bagaimana caranya untuk menyelesaikan masalah. Selain itu, mereka mampu mengambil keputusan dengan mempertimbangkan dari sudut pandang orang lain. Jadi, keputusan yang dibuat akan lebih objektif. 

  • Menambah kemampuan berkomunikasi. 

Dengan empati, anak akan memiliki kemampuan berkomunikasi. Salah satunya mereka mampu memahami emosi diri mereka sendiri dan memahami emosi dan perasaan orang lain. 

Kapan Waktu Yang Tepat Untuk Mengajarkan Empati?

Tidak semua orang memiliki empati, namun empati dapat ditumbuhkan dan dilatih sejak kecil. Anak baru mampu untuk memahami tentang empati di usia 8-9 tahun. Namun, sejak usia 0 bulan, anak-anak sudah mulai dapat merasakan empati dari orang sekitarnya.

Berikut penjelasan tahapan empati sesuai usia anak:

  • Usia 0 – 2 tahun: Membangun fondasi empati

Usia 0 – 2 tahun, anak belajar membangun fondasi dasar empati. Misalnya di usia 2 bulan, anak belajar bagaimana caranya untuk membuat dirinya nyaman. Yang dapat kita lakukan adalah dengan memberikan perhatian padanya, menenangkan dia dengan menggendongnya atau bernyanyi untuknya membuat dia merasakan kepedulian dari orang lain. 

sumber: freepik.com

Di usia 6-9 bulan, anak mulai memperhatikan sikap atau respon orang tua atau orang terdekat mereka saat ada orang baru di sekitarnya. Anak akan meniru orang terdekatnya. 

Respon orang tua ini akan mempengaruhi bagaimana respon si kecil. Misalnya saat bertemu dengan neneknya di kampung, jika orangtua memberikan ekspresi ramah dan menyambut dengan hangat, anak akan memperhatikannya dan mengikuti apa yang dilakukan orang tua. Dia akan merasa aman. 

Di usia 2 tahun, anak akan mulai menunjukkan tanda empati. Misalnya saat si kecil sedang makan, dia ikut menyuapi kita. Hal-hal seperti ini merupakan tanda-tanda awal empati di diri si kecil. 

  • Usia 3 – 4 tahun: Menyadari Emosi dan Perasaan

Di usia 3-4 tahun, anak mulai dapat menyadari emosi dan perasaan yang dia rasakan. Selain itu, anak sudah mulai bisa membaca perasaan yang  dirasakan oleh orang lain. 

Sebagai contoh, Putri yang berusia 4 tahun memberikan es krim kepada Rania. Putri bilang ke Ibunya kalau Rania sedang senang karena dia melihat senyum  di wajah Rania. “Rania senang sekali karena aku kasih es krim.” Tapi, tidak lama kemudian, secara tidak sengaja Rania menjatuhkan es krimnya. Dia menangis. 

Kemudian Putri menghampiri Rania dan memeluknya. Putri tahu pasti Rania sedang merasa sedih sekali karena es krimnya jatuh. “Nggak apa-apa. Jangan sedih ya. Nanti kita beli lagi ya.” Hal ini menggambarkan jika anak berusia 4 tahun pun sudah mampu mengenali perasaan orang lain. Selain itu, dia  sudah mampu memberikan respon yang tepat. 

Namun, tidak semua anak memiliki rasa empati yang sama dan mampu untuk memberikan respon yang tepat. Biasanya ini terjadi jika mereka tidak merasakan rasa yang sama dan memiliki sudut pandang yang sama. 

Misalnya Andri saat itu sedang membuat menara di ruang bermain saat Toni masuk dan berjalan-jalan di sekitarnya. Andri berteriak “Jangan jalan-jalan dekat menara aku!” Disaat itu, Toni hanya berkata “Oh, aku kan cuma lagi jalan-jalan aja.” Toni tidak tahu kalau Andri tidak suka Andri berjalan-jalan di sekitar menaranya. Ada rasa khawatir Toni bisa membuat menaranya roboh dan rusak.

Namun, karena Toni tidak bisa paham kenapa Andri marah, dia tidak merasa ada yang salah dan tidak meminta maaf padanya. Hal sebaliknya akan terjadi seandainya Toni mampu melihat dari sudut pandang Andri.

Inilah pentingnya menumbuhkan rasa empati pada anak. Agar anak dapat melihat dari sudut pandang orang lain dan mampu memahami orang lain. Seperti yang dilakukan oleh Putri. 

  • Usia 5 – 6 tahun:  Menunjukkan rasa kasih 

Di usia 5-6 tahun, anak-anak mulai mampu menunjukkan rasa kasih dan empati pada orang lain. Anak-anak mulai dapat memberikan respon atas emosi dan perasaan mereka sendiri. Selain itu, mereka mulai dapat menyadari perasaan orang lain melalui sikap, gesture dan ekspresi wajah mereka. 

Anak akan mulai bertanya kenapa seseorang terlihat sedih? Lalu memberikan kemungkinan-kemungkinan yang bisa dilakukan untuk menghilangkan rasa sedih tersebut. Di setiap tahap pembelajaran empati, orang tua memiliki peranan penting untuk membimbing dan mengajarkan empati pada anak. Orang tua merupakan contoh utama bagi anak-anak. 

Bagaimana Cara Untuk Mengajarkan Empati Pada Anak?

Dilansir dari berbagai sumber, berikut cara-cara yang dapat dilakukan untuk menumbuhkan rasa empati dalam  diri anak:

  • Ajarkan anak untuk mengungkapkan apa yang dia rasakan 

Sebelum mengenalkan tentang empati pada anak, hal pertama yang dapat kita lakukan adalah mengenalkan tentang emosi, mulai dari senang, sedih, marah, jijik, takut dan lainnya.

sumber: freepik.com


Ajak anak untuk menyatakan emosi apa yang sedang dirasakan setiap harinya. Jika si kecil terlihat sedang sedih, tanyakan padanya apa yang sedang dia rasakan? Dengarkan ceritanya. Validasi emosi yang dia rasakan. Berikan pelukan kepadanya sebagai tanda kita peduli padanya. Hal ini akan membuat anak merasa dihargai dan didengarkan.

Dengan mampu memahami emosi yang dia rasakan, anak akan lebih mudah untuk memahami apa yang sedang dirasakan orang lain. Anak akan lebih berempati karena kita sebagai orang tua sudah menunjukkan empati kita kepada dia sejak kecil. 

  • Ajak anak belajar memposisikan dirinya di posisi orang lain

Bicarakan tentang apa yang mungkin sedang dirasakan oleh orang lain dan kenapa mereka merasa seperti itu? Hal ini dapat membantu anak membangun bahasa emosional dan berpikir dari sudut pandang orang lain. Biasakan untuk mengobrol tentang kejadian apa saja yang dilalui si kecil setiap harinya. Tanyakan tentang temannya, bagaimana sekolahnya. 

sumber: freepik.com

Misalnya dia bercerita tentang teman yang dianggap pelit karena tidak mau meminjamkan mainan padanya. Yang dapat kita lakukan, tanyakan kepadanya kira-kira kenapa temannya tidak mau meminjamkan mainan kepadanya? Lalu, ajak si kecil berpikir, bagaimana jika dia ada di posisi temannya dan ada temannya yang ingin pinjam mainan yang ternyata adalah mainan kesukaannya. Apakah dia akan meminjamkannya?

Jelaskan kepada anak, sebelum meminjam sesuatu kita harus meminta izin kepada pemiliknya. Jika si pemilik tidak mengijinkannya, kita harus menerimanya. Kita tidak boleh memaksakan kehendak kita  kepada orang lain. Belajar menghargai keputusan orang lain. 

  • Memberikan contoh orang yang berempati

Children see, children do. Berikan contoh orang yang berempati yang ada di sekitar kita. Misalnya, kita dapat memberikan contoh saat si kecil ingin buang air kecil tapi takut ke toilet sendirian. Saat itu, ibu guru menanyakan padanya ada apa dan menawarkan untuk menemani ke toilet. 

Akhirnya si kecil bisa buang air kecil tanpa rasa takut karena ditemani oleh ibu guru. Jelaskan pada si kecil bahwa apa yang dilakukan oleh ibu guru dapat membuat si kecil tidak takut lagi. Hal ini akan membuat si kecil mengerti bahwa apa yang dilakukan oleh orang lain dapat membuat orang lain merasa terbantu dan merasa senang. 

  • Tanamkan tata sopan santun ke anak

Sejak kecil, kenalkan anak tentang sopan santun. Jelaskan pentingnya sikap sopan santun yang menunjukkan rasa peduli, hormat dan menghargai orang lain. Biasakan anak untuk mengucapkan 3 kata ajaib: tolong, terima kasih dan maaf. 3 kata ajaib ini akan dia bawa terus sampai dewasa dan akan mengakar di karakter anak. Baca Pentingnya Pendidikan Karakter Sejak Dini di sini.

Berikan pemahaman jika kita butuh bantuan seseorang, kita harus mengucapkan kata tolong sebagai tanda kita menghargai orang lain. Bisa dimulai dari hal kecil di rumah, misalnya si kecil butuh bantuan untuk memakai sepatu, dia harus mengucapkan “Ibu, tolong bantu aku pakai sepatu ya? Aku susah pakainya.” 

Selain memberikan contoh dari perbuatan orang lain, kita juga harus memberikan contoh empati kepada anak. Misalnya kita berbuat salah, kita harus meminta maaf kepada anak meskipun kita ada di posisi sebagai orang tua mereka. 

Jelaskan padanya bahwa meskipun terasa sulit untuk mengaku salah dan meminta maaf atas kesalahan kita, kita harus membesarkan hati untuk meminta maaf. Jika sudah terbiasa melakukannya di rumah, dia akan terbiasa melakukannya di luar rumah. 

  • Jelaskan kepada anak bahwa semua orang memiliki peran penting

Kenalkan anak-anak tentang pekerjaan orang-orang yang ada di sekitarnya, khususnya orang yang dianggap tidak terlalu penting atau memiliki peran lebih. Seperti petugas pengangkut sampah atau petugas penyapu jalan. 

Jelaskan bahwa mereka memiliki peran yang sangat penting meskipun pekerjaannya terlihat mudah. Berikan gambaran jika tidak ada mereka, jalanan akan penuh dengan sampah dan rumah akan bau karena sampah menumpuk. Dengan begini, anak akan lebih menghargai orang lain dan sadar bahwa semua orang itu memiliki peran penting. 

  • Berikan pujian atas perbuatan baik

Saat melihat ada sikap atau tindakan yang baik, berikan pujian meskipun bukan si kecil yang berbuat baik. Misalnya saat kita melihat ada orang yang membantu anak kecil yang jatuh dari sepeda. Kita bisa berkata “Wah, baik banget ya kakak itu bantuin anak yang jatuh dari sepeda.”

Pujian ini juga bisa kita lakukan saat menonton TV, atau setiap kali kita melihat adanya tindakan kebaikan yang dilakukan oleh orang lain.  

  • Tegur jika anak berbuat salah

Selain memberikan pujian atas hal baik, kita harus bersikap tegas jika si kecil melakukan hal yang tidak baik. Jika si kecil berbuat kasar atau tidak sopan, kita harus menegurnya namun jangan langsung memarahinya. Tunggu sampai dia dalam kondisi tenang. 

Misalnya saat si kecil memukul temannya karena merebut mainannya, yang dapat kita lakukan melerai si kecil dan kemudian biarkan dia tenang dulu. Tanyakan kenapa dia memukul temannya? Apa yang dia rasakan? Dengarkan ceritanya. 

Setelah dia bercerita dan cukup tenang, berikan validasi atas emosi yang dia rasakan. Terima emosinya. “Ibu tahu kamu marah karena ini mainan kesukaan kamu dan kamu tidak suka kalau mainannya dipinjam. Tapi, kita nggak boleh memukul orang lain.” Lalu jelaskan bahwa apa yang dia lakukan itu tidak baik dan tidak boleh dilakukan pada siapapun dan dimanapun dia berada. 

  • Ajarkan anak untuk tidak mengejek atau mengolok-olok orang lain. 

Jelaskan padanya bahwa hal itu termasuk dalam bullying yang merupakan perbuatan tidak baik. Perbuatan bullying biasanya terjadi pada anak yang memiliki kekurangan, misalnya kurang mampu atau memiliki kekurangan fisik. Jelaskan pada si kecil bahwa tidak semua orang dilahirkan dalam keadaan sempurna seperti dia. Ada orang yang dilahirkan dalam keadaan memiliki keterbatasan secara fisik, mental, kognitif, sensorik atau emosional. 

Atau ada juga orang-orang yang tidak seberuntung kita yang dapat makan 3x sehari, atau bisa tidur di rumah yang layak dan nyaman. Dan tidak seharusnya kita berbuat tidak baik hanya karena perbedaan tersebut. 

Berikan gambaran bagaimana jika dia ada di posisi orang lain yang diperlakukan dengan tidak baik oleh si kecil? Apakah yang dia rasakan? Apa dia suka jika diperlakukan seperti itu? 

Hal ini dapat membuat si kecil lebih menghargai orang lain dan lebih bersyukur atas apa yang mereka miliki saat ini. 

  • Ajak anak ikut terlibat dalam kegiatan amal

Salah satu cara untuk mengajarkan empati pada anak adalah melibatkan anak dalam kegiatan amal. 

sumber: freepik.com

Misalnya dengan mengajak si kecil untuk memilih pakaiannya yang masih bagus namun sudah jarang dipakai untuk disumbangkan. Atau mainan miliknya yang sudah tidak terpakai untuk diberikan ke anak-anak yang membutuhkan. 

Mengajak anak untuk datang ke tempat kita akan memberikan bantuan agar si kecil dapat bersosialisasi dengan mereka secara langsung. Hal ini dapat mengajarkan si kecil tentang berbagi dan si kecil dapat melihat bahwa dengan berbagi dapat membawa kebahagiaan bagi orang lain. 

Selain mengajarkan empati kita juga dapat mengajarkan si kecil tentang agama seperti kisah pengorbanan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail dibalik Hari Raya Idul Adha dengan mengajak si kecil ikut menabung untuk berkurban di sini

Demikian beberapa cara untuk mengajarkan empati kepada anak. Namun, perlu diingat bahwa rumah adalah tempat pertama anak belajar tentang empati. Jadi selain anak yang perlu belajar empati, sebagai orang tua juga perlu belajar tentang empati. Semoga bermanfaat!

sumber: kompas.com, goodstart.org.au, alodokter.com, hellosehat.com, popmama.com, zerotohero.org, scholastic.com

TAGS
Tidak ada tags.