Artikel

Menjadi Traveler yang Peduli Lingkungan

Traveling merupakan salah satu kegiatan yang semakin banyak digandrungi oleh banyak kalangan. Apalagi Indonesia memiliki banyak sekali tempat wisata yang sangat menarik untuk dikunjungi. Mulai dari wisata alam, wisata religi, wisata belanja, edukasi, kuliner, budaya, dll.

Terutama sekali untuk wisata alam. Ada banyak pesona alam yang ditawarkan Indonesia kepada para pelancong baik dari dalam negeri maupun luar negeri.

Namun, ada satu kekhawatiran dari banyaknya pelancong yang datang ke tempat wisata di Indonesia. Yakni kehadiran sampah yang dihasilkan oleh para turis.

Semakin banyak pengunjung yang menyambangi destinasi wisata Indonesia, semakin banyak pula sampah yang bertebaran di sepanjang daerah tersebut.

Hal ini menimbulkan persoalan tersendiri untuk Indonesia. Tentunya sampah dapat mengurangi daya saing pariwisata di Indonesia dan dapat mengurangi wisatawan yang berkunjung.

Sampah di Tempat Wisata Menjadi Keluhan Utama Turis Asing

Beberapa daerah yang kerap sekali memiliki permasalahan serius mengenai sampah, merupakan daerah yang memiliki banyak sekali tempat wisata, salah satunya yaitu Bali.

Bali memang dikenal sebagai tempat destinasi internasional. Banyak sekali wisatawan asing maupun lokal yang berkunjung setiap tahunnya karena ingin merasakan keindahan alam yang terpampang.

Namun dibalik surga yang ditawarkan, Bali memiliki problematika tersendiri yaitu sampah.

Mengutip dari Kompas, posisi teratas keluhan turis asing bersumber dari banyaknya sampah-sampah disana. Menurut Mongabay, berdasarkan penelitian yang dilakukan Bali Partnership di tahun 2019 mengatakan bahwa sampah di Bali mencapai 4.281 ton perharinya yang mana 11% di antaranya mengalir sampai ke laut.

Salah satu peneliti, I Gede Hendrawan, dosen Fakultas Kelautan dan Perikanan (FKIP) Universitas Udayana, Bali mengungkapkan hasil penelitiannya bahwa banyaknya sampah di Bali yang berakhir di laut, salah satu pemicunya adalah besarnya jumlah populasi yang ada di sana.

Diketahui, hingga akhir 2017 jumlah penduduk Bali mencapai 4,2 juta. Sedangkan untuk turis asing yang berkunjung mencapai 4,2 juta/tahun, ditambah dengan turis domestik yang mencapai 10 juta/tahun.

Dari data di atas, kita mengetahui bahwa kehadiran para pelancong lebih dominan ketimbang jumlah penduduk Bali sendiri. Apabila ketika ditotal, maka setiap tahunnya terdapat sekitar 18,4 juta jiwa yang berada di sana.

Hasil penelitian ini pun sejalan dengan Badan Pusat Statistik (BPS) yang juga menempatkan populasi sebagai salah satu pemicu banyaknya sampah yang beredar.

I Gede Hendrawan juga memaparkan bahwa penanganan sampah yang kurang baik menjadi faktor berikutnya yang menyebabkabkan Bali dihantui dengan keberadaan sampah.

Sampah yang belum tertangani di Bali mencapai 2.220 ton/hari. Dimana 944 ton (22%) terbuang ke lingkungan sekitar, 824 ton (19%) sampah-sampah tersebut dibakar, dan 452 ton (11%) terbuang ke sauran air.

Saat ini Pemerintah Provinsi Bali, Pemerintah Daerah, dan juga beberapa komunitas terkait berupaya agar sampah yang terkola mencapai angka yang maksimal. Untuk memulainya, mereka melakukan riset terlebih dahulu yang berkolaborasi dengan Norwegia.

Dari kedua faktor tersebut, kita tidak dapat menampik bahwa jumlah turis yang berkunjung pun memiliki andil dalam kerusakan yang terjadi. Ada banyak wisatawan yang peduli untuk menjaga lingkungan. Namun masih banyak yang cuek terhadap hal ini.

Tips agar Lebih Hemat Sampah saat Traveling

Mengingat ada begitu banyak manfaat traveling yang kita dapatkan, tidak ada salahnya kalau kita pun menjaga sikap serta perilaku kita, salah satunya dengan bijak terhadap sampah.

Berikut beberapa tips agar kita tidak membuang banyak sampah di setiap destinasi wisata kita:

1. Membawa Botol Minum Sendiri (Tumbler)

membawa tumbler saat traveling

Membeli air mineral kemasan memang lebih memudahkan kita saat sedang bepergian. Ketika minuman sudah habis, kita tinggal membuang botol tersebut ke tempat sampah tanpa harus menaruhnya kembali ke dalam tas yang biasanya sudah penuh sesak oleh barang-barang bawaan.

Namun, hal ini harus kita hentikan. Karena ada 2 dampak negatif dari kebiasaan tersebut.

Dengan membawa botol minum sendiri, kita bisa memangkas sampah plastik hingga beberapa botol. Bayangkan kalau dalam sehari kita mengkonsumsi 1 liter air, artinya dalam satu hari tersebut kita akan menghasilkan 2 botol sampah plastik air mineral berukuran standar.

Apalagi kalau kita sedang bepergian dan dilakukan di musim panas, maka konsumsi air perharinya akan lebih banyak dari biasanya.

Selain memiliki dampak buruk terhadap lingkungan, botol plastik pun memiliki efek yang buruk bagi kesehatan. Botol air mineral masuk ke dalam kode PET (Polyethylene Terephthalate), dimana karakter dari botol ini yaitu transparan atau tembus pandang.

Termasuk ke dalam jenis plastik yang hanya bisa digunakan untuk sekali pakai. Akan berbahaya bagi kesehatan jika digunakan berulang kali. Contoh dari produk PET yaitu botol minum kemasan, gelas plastik, dll.

Diketahui bahwa PET mengandung zat Bisphenol A (BPA). Beberapa penelitian mengumumkan bahwa zat tersebut dapat meresap ke dalam makanan atau minuman, jika wadahnya mengandung BPA.

Mengutip Liputan6.com, dari penelitian yang dilakukan oleh Dr. Seema Singhal, Asisten Profesor, Departemen Obstetri dan Ginekologi, All India Institute of Medical Sciences (AIIMS), botol berkode PET memiliki dampak yang buruk bagi kesehatan wanita, terutama pada usia produktif serta anak-anak. Dampak tersebut yaitu :

  • Gangguan perkembangan pada masa kehamilan dan juga masa anak-anak
  • Kekebalan tubuh
  • Meningkatkan terjadinya keguguran
  • Kelahiran premature
  • Bayi dengan berat lahir yang rendah
  • Kelainan kromosom
  • Cacat lahir

Plastik jenis ini pun juga tidak baik untuk dijadikan wadah air panas. Karena dampaknya akan semakin berbahaya. Selain dampak yang telah disebutkan botol air mineral yang dipakai berkali-kali juga dapat menyebabkan :

  • Puber dini bagi anak perempuan
  • Gula darah yang bermasalah
  • Menurunnya konsentrasi
  • Obesitas
  • Kanker payudara
  • Kanker prostat

Dilihat dari efek yang dihasilkan, baik segi kesehatan maupun lingkungan, ada baiknya kita meminimalisir penggunaan botol plastik ini. Menggunakan tumbler untuk menemani aktivitas kita, dirasa lebih bijak.

Sekarang ini ada banyak penginapan yang menyediakan air mineral refil secara cuma-cuma, kita bisa memanfaatkan fasilitas tersebut.

Atau saat sedang makan di tempat makan, mintalah air putih untuk mengisi tumbler yang dibawa, sebagai gantinya kita bisa membayar air mineral tersebut, tidak jarang pula pemilik tempat makan yang memberikannya secara gratis.

2. Membawa Kotak Makanan Sendiri

kotak makan

Sama seperti botol air minum kemasan yang kita beli saat perjalanan. Membawa kotak makan saat liburan memang dirasa cukup merepotkan. Apalagi kalau barang yang kita bawa cukup banyak.

Namun dari segi manfaat, tentunya dengan membawa kotak makanan kita bisa lebih minim dalam menggunakan wadah pembungkus makanan yang kita pesan, dimana nantinya akan berujung menjadi sampah.

Selain itu, kotak makan yang kita bawa dapat juga dipakai ketika kita membungkus makanan yang tidak sanggup kita habiskan saat bepergian. Lalu memakannya kembali saat di penginapan.

Biasanya saat menempuh perjalanan, kita bisa saja berhenti di salah satu tempat makan. Atau membelinya dari layanan transportasi yang kita tumpangi. Akan tetapi, kalau dilihat dari segi harga, pastinya tarif yang dibandrol lebih tinggi ketimbang kita membelinya diluar.

Disinilah manfaat lain dari kotak makan yang kita bawa. Kotak makan tersebut bisa kita isi dengan beberapa menu yang bisa mengenyangkan perut, apalagi kalau kita membawanya dari rumah.

Tempat makan dengan kualitas baik pun dapat menghindari bekal makanan yang tumpah yang akhirnya dapat menodai barang bawaan yang kita bawa.

Cara tersebut lebih direkomendasikan ketimbang menaruh makanan di dalam plastik maupun kertas nasi. Apalagi kalau makanan tersebut berminyak atau berkuah.

3. Membawa Tas Kain

tas kain

Saat sedang liburan, sudah menjadi kebiasaan kita untuk membeli oleh-oleh untuk orang terdekat. Kita bisa menggunakan tas tersebut sebagai wadah dari cinderamata yang kita beli. Dengan membawa tas kain sendiri, kita bisa meminimalisir sampah kantong plastik.

Diketahui, jumlah pemakaian kantong tas di Indonesia menembus angka 9 miliar lembar/tahun. Masyarakat yang tinggal di kota besar, mengkonsumsi kantong plastik sekitar 700 lembar/tahun.

Ternyata secara tak sadar kita yang sering menggunakan kantong plastik sebagai wadah, dan secara langsung turut berkontribusi dalam memperbanyak sampah plastik yang ada.

Dengan membiasakan membawa tas kain saat bepergian dan berlibur, maka kita turut menjaga lingkungan dari bahaya sampah plastik.

Selain itu, tas kain justru banyak yang memiliki motif dan juga model yang menarik. Sehingga dapat membuat penampilan kita lebih menarik jika dibandingkan dengan menenteng kantong kresek.

4. Membawa dry bag

dry bag

Lagi-lagi terkadang kita menggunakan kantong plastik sekali pakai sebagai wadah untuk menaruh pakaian kotor atau barang-barang lain yang sifatnya rentan terhadap air.

Wadah tersebut bisa kita ganti dengan dry bag. Dengan tas ini, barang-barang yang kita bawa lebih terjamin dalam menghindari basah.

Dry bag pun dapat dipakai berulang kali, selama kita memakainya dengan hati-hati, maka dry bag akan lebih awet dan terjamin ketimbang kantong plastik.

5. Kurangi Memakai Tisu Basah maupun Kering

tisu basah

Nampaknya plastik memang sudah menjadi bagian yang tidak lepas dari kehidupan kita. Karena ternyata, tisu basah pun mengandung bahan plastik. Tisu basah memang cukup praktis untuk mencuci atau mengelap sesuatu terutama sekali bila tidak ada air di sekeliling kita.

Dari segi lingkungan tentu ini tidak baik. Karena tisu basah mengandung serat plastik yang tidak dapat diurai secara alami.

Ketika tisu basah terseret ke laut, banyak hewan laut yang mengira bahwa tisu tersebut merupakan makanannya, sehingga mereka memakan tisu tersebut dan menyebabkan kematian pada hewan yang memakannya.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Marine Conservation Society (MCS) di tahun 2014 yang dikutip oleh medialingkungan.com, ada sekitar 35 tisu basah/km di pantai Inggris. Sedangkan untuk skala Indonesia, penelitian ini belumlah ada.

Selain tisu basah, biasanya kita membawa tisu kering saat bepergian. Tisu kering ini biasa kita pakai untuk mengelap keringat, mengelap sesuatu yang kotor, dsb. Yang mana secara tidak langsung turut andil dalam merusak lingkungan.

Tisu dibuat dari pulp atau bubur kertas. Pulp sendiri berasal dari kayu pohon hasil penebangan hutan. Kita dapat mengganti keberadaan tisu basah maupun tisu kering ini dengan sapu tangan atau handuk kecil. Dengan begitu kita bisa mengurangi penggunaan tisu baik kering maupun basah.

6. Tidak Menggunakan disposable panties atau underwear Sekali Pakai

disposable panties

Beberapa waku terakhir, banyak sekali traveller yang menggunakan disposable panties atau underwear sekali pakai saat traveling. Penggunaan underwear jenis ini memang lebih praktis dan simpel jika dibandingkan dengan yang jenis biasanya kita pakai.

Selain itu, jika dibandingkan dari barang-barang lain yang dibawa saat traveling, disposable panties memang tidak terlalu membawa dampak yang buruk bagi lingkungan. Namun dari segi kesehatan, ternyata penggunaan celana dalam ini tidaklah disarankan oleh dokter.

Hal ini dikemukakan oleh dokter I Gusti Nyoman Darmaputra, SpKK dari D&I Skin Center, yang dilansir oleh detik, menurutnya celana dalam sekali pakai yang terbuat dari kertas ini mempersulit penyerapan keringat sehingga membuat kulit menjadi sulit terserap dan dapat meningkatkan infeksi jamur.

Dr Abraham Arimuko, SpKK dari RSPAD Gatot Subroto pun berpendapat hal yang sama, bahwa disposable panties membuat keringat yang terserap tertahan karena proses penguapan tidak maksimal akibat bahan celana dalam tersebut yang terbuat dari kertas. Sehingga celana menjadi basah dan lembab.

Selain itu, bahan dengan kertas tentunya dapat membuatnya menjadi cepat robek. Memilih menggunakan underwear berbahan katun tentunya lebih aman dan nyaman untuk menemani berbagai aktivitas sehari-hari.

7. Tidak Membuang Sampah Sembarangan

buang sampah sembarangan

Terdengar mudah, namun faktanya sulit sekali untuk diterapkan. Hal ini terbukti melalui banyaknya sampah yang ada di tempat wisata. Menurut petugas kebersihan di Bali, Made Centing, justru pengunjung yang lebih peduli terhadap lingkungan yaitu turis dari mancanegara, berbeda dengan orang lokal yang lebih cuek dengan sampah.

Padahal kalau tempat wisata di negara kita kotor dan banyak dipenuhi sampah, maka efeknya akan menular ke pendapatan negara dan juga masyarakat yang penghasilannya bergantung dari industri pariwisata ini.

Tidak hanya itu, Negara kita pun akan dicap buruk oleh dunia internasional. Dengan kita mengurangi produksi sampah, bukan hanya lingkungan yang terselamatkan. Namun kesehatan kita pun menjadi terjaga dan dapat meminimalisir pengeluaran saat traveling.

Bawalah barang seperlunya saja agar beberapa item yang menjadi solusi dalam mengurangi sampah tidak menjadi kendala saat berlibur.

Yuk, kita biasakan untuk tidak nyampah saat traveling.

TAGS
#menjadi traveler peduli #menjadi traveler peduli sampah #traveler #traveler peduli lingkungan #traveling