

Artikel
Mengenal Bahaya SLS dan SLES

- Apa Itu SLS?
- Bahaya SLS bagi Kesehatan dan Lingkungan
- 1. Menyebabkan Iritasi Kulit dan Mata
- 2. Memperburuk Kondisi Kulit Tertentu
- 3. Berpotensi Menimbulkan Reaksi Alergi
- 4. Iritasi Saluran Pernapasan
- 5. Menimbulkan Gangguan Saluran Cerna jika Tertelan
- 6. Mengganggu pH Alami Kulit
- 7. Risiko Paparan Kronis dalam Produk Tak Dibilas
- 8. Sulit Terurai di Lingkungan
- 9. Mengandalkan Sumber Daya Tidak Terbarukan
- Sodium Laureth Sulfate (SLES) Berbahaya atau Tidak?
- Alternatif yang Lebih Aman dan Ramah Lingkungan
- 1. Surfactant Berbasis Minyak Kelapa atau Sawit
- 2. Bahan Pembersih Berbasis Gula (Sugar-Based Surfactants)
- 3. Formulasi Bebas SLS/SLES dengan Label ‘No SLS’
- 4. Pengembangan Kimia Hijau (Green Chemistry)
- 5. Transparansi dan Sertifikasi Produk
SLES dan SLS itu apa, sih? Dua bahan ini kerap kita jumpai di label sabun, sampo, hingga pasta gigi yang kita gunakan setiap hari. SLS (Sodium Lauryl Sulfate) dan SLES (Sodium Laureth Sulfate) adalah surfaktan yang berfungsi menghasilkan busa dan membersihkan kotoran.
Meski terdengar teknis, pertanyaan seperti “apa itu SLS pada sabun?” hingga “sodium laureth sulfate berbahaya atau tidak?” memerlukan jawaban yang berimbang. Hal ini seiring dengan meningkatnya kesadaran konsumen terhadap kesehatan dan lingkungan.
Tidak dapat dipungkiri, SLS dan SLES memang telah digunakan luas di industri perawatan pribadi. Kemampuannya mengangkat minyak dan kotoran menjadikannya andalan dalam produk kebersihan diri.
Namun, bahaya SLS dan SLES juga perlu diwaspadai. Menurut data dari Cosmetics Ingredient Review (CIR), SLS berpotensi menyebabkan iritasi pada kulit sensitif jika digunakan dalam konsentrasi tinggi atau terus-menerus. Sedangkan SLES cenderung lebih lembut karena telah melalui proses etoksilasi. Inilah mengapa banyak produk sekarang mencantumkan klaim “No SLS adalah pilihan aman untuk kulit sensitif.”
Memahami kandungan produk yang kita pakai setiap hari bukan hanya soal gaya hidup sehat, tapi juga bagian dari self care yang bertanggung jawab. Penting bagi kita untuk tahu perbedaan antara SLS dan SLES. Pembahasan detail mengenai keduanya akan membantu kita membuat keputusan yang lebih bijak, untuk kesehatan dan lingkungan.
Apa Itu SLS?
Sodium Lauryl Sulfate (SLS) adalah surfaktan anionik sintetis yang digunakan secara luas dalam industri perawatan pribadi, pembersih rumah tangga, hingga makanan. Sebagai surfaktan, SLS bekerja dengan menurunkan tegangan permukaan air, sehingga memungkinkan minyak, kotoran, dan residu menempel untuk diangkat dan dibilas.
Dalam produk perawatan pribadi, SLS telah digunakan sejak 1930-an, terutama dalam sampo, sabun cair, pasta gigi, dan pembersih wajah. Sifatnya yang efektif dalam menciptakan busa melimpah dan menyebarkan formula secara merata menjadikannya bahan andalan dalam formulasi pembersih.
Pada pasta gigi, SLS membantu menciptakan tekstur berbusa sekaligus memfasilitasi distribusi bahan aktif dan pembersihan sisa makanan dari gigi. Kehadirannya juga ditemukan dalam krim cukur, sabun tangan, hingga produk perawatan kulit.
SLS juga digunakan secara luas dalam pembersih rumah tangga dan aplikasi industri. Karena kemampuannya memecah lemak dan oli, SLS dimanfaatkan dalam deterjen rumah tangga, pembersih karpet, bahkan dalam degreaser mesin dan deterjen kekuatan industri.
Efektivitasnya dalam membersihkan menjelaskan mengapa SLS masuk ke dalam banyak lini produk non-kosmetik. Ini sekaligus menjadi alasan mengapa pembahasan tentang bahaya SLS perlu ditinjau secara proporsional pada konteks penggunaannya.
Menariknya, SLS juga diizinkan sebagai aditif pangan, terutama sebagai emulsifier dan pengental. SLS membantu mencampurkan bahan asam dengan cairan, seperti dalam minuman sari buah dan punch, serta menciptakan tekstur ringan pada produk seperti marshmallow dan telur kering.
Menurut tinjauan ilmiah, konsentrasi SLS yang digunakan dalam produk kecantikan dan makanan umumnya berada di bawah 1%. Angka ini dianggap aman untuk konsumen (Healthline, 2021).
Bahaya SLS bagi Kesehatan dan Lingkungan
Meski SLS itu apa sering dijelaskan sebagai zat pembersih yang efektif, sejumlah studi menunjukkan bahwa SLS dapat menimbulkan risiko kesehatan dan lingkungan. Terutama jika penggunaannya tidak sesuai atau terakumulasi dalam jangka panjang.
Ketahui 9 bahaya SLS yang perlu diwaspadai dengan sikap bijak dan proporsional.
1. Menyebabkan Iritasi Kulit dan Mata
Salah satu bahaya SLS yang paling sering dilaporkan adalah iritasi pada kulit dan mata, terutama bagi yang memiliki kulit sensitif. SLS yang digunakan dalam konsentrasi tinggi atau tanpa dibilas sempurna dapat merusak lapisan pelindung kulit, menyebabkan kekeringan, gatal, atau ruam. Efek serupa juga ditemukan pada jaringan mata, yang bisa mengalami kemerahan atau rasa perih bila terpapar langsung.
2. Memperburuk Kondisi Kulit Tertentu
Bagi penderita kondisi kulit seperti eksim, rosacea, atau psoriasis, paparan terhadap SLS dapat memperburuk gejala yang ada. Paparan berulang dapat memicu reaksi inflamasi, memperparah kekeringan, dan memperlambat proses pemulihan kulit. Karena itulah, produk berlabel no SLS adalah pilihan lebih aman bagi mereka yang rentan terhadap iritasi kulit.
3. Berpotensi Menimbulkan Reaksi Alergi
Meskipun tidak semua orang alergi terhadap SLS, beberapa orang melaporkan munculnya reaksi alergi seperti kemerahan, bengkak, atau gatal setelah menggunakan produk yang mengandung bahan ini. Mekanisme pastinya belum sepenuhnya dipahami, namun diperkirakan adanya SLS memungkinkan alergen lain masuk lebih mudah ke dalam jaringan kulit.
4. Iritasi Saluran Pernapasan
Paparan SLS dalam bentuk aerosol atau residu busa yang mengering di udara dapat mengiritasi saluran pernapasan, terutama jika terhirup dalam jangka panjang. Hal ini penting diperhatikan dalam penggunaan pembersih berbahan SLS di ruang tertutup tanpa ventilasi yang memadai. Bagi penderita asma atau alergi pernapasan, kondisi ini bisa memicu sesak napas atau batuk kering.
5. Menimbulkan Gangguan Saluran Cerna jika Tertelan
SLS yang tidak sengaja tertelan, misalnya dari sisa pasta gigi atau mouthwash, berpotensi menimbulkan mual, muntah, atau diare, terutama jika jumlahnya cukup besar. Meski FDA menyatakan bahwa SLS aman dalam jumlah kecil sebagai aditif makanan, efek samping tetap dapat muncul jika terjadi akumulasi jangka panjang.
6. Mengganggu pH Alami Kulit
SLS memiliki sifat deterjen yang kuat, sehingga bisa mengganggu keseimbangan pH alami kulit. Ketika pH kulit menjadi terlalu basa akibat paparan bahan ini, mikrobioma alami yang berfungsi melindungi kulit bisa terganggu. Ketidakseimbangan ini membuka peluang infeksi jamur atau bakteri, terutama di area lembap dan sensitif.
7. Risiko Paparan Kronis dalam Produk Tak Dibilas
Produk-produk yang dibiarkan di kulit, seperti lotion atau krim, jika mengandung SLS lebih dari 1% dapat meningkatkan risiko iritasi kronis. Menurut penilaian International Journal of Toxicology, konsentrasi SLS dalam produk semacam ini sebaiknya tidak melebihi satu persen. Oleh karena itu, penting untuk memperhatikan komposisi dan cara pakai dalam setiap produk.
8. Sulit Terurai di Lingkungan
Dari sisi lingkungan, SLS tergolong zat yang tidak mudah terurai di alam, terutama dalam kondisi tanpa cahaya dan oksigen. Ini menyebabkan akumulasi zat di saluran air, yang berpotensi mengganggu keseimbangan ekosistem air tawar. Tak heran jika kekhawatiran ekologis akan dampak jangka panjang terhadap lingkungan semakin meluas.
9. Mengandalkan Sumber Daya Tidak Terbarukan
SLS diproduksi dari minyak bumi, yang merupakan sumber daya tidak terbarukan. Proses produksinya pun kerap dikritik karena meninggalkan jejak karbon tinggi. Dalam konteks keberlanjutan, semakin banyak produsen dan konsumen yang beralih ke formula ramah lingkungan tentunya akan lebih baik bagi ekologi dan kesehatan jangka panjang.
Sodium Laureth Sulfate (SLES) Berbahaya atau Tidak?
Sodium Laureth Sulfate (SLES) adalah hasil modifikasi dari Sodium Lauryl Sulfate (SLS) melalui proses etoksilasi. Proses tersebut berupa penambahan molekul etilen oksida untuk membuat struktur kimia yang lebih kompleks dan lembut.
Secara fungsional, SLES tetap berperan sebagai surfaktan yang memecah tegangan permukaan air agar air dapat mengangkat minyak dan kotoran. Namun, struktur kimianya yang lebih besar menjadikan SLES lebih ringan efeknya pada kulit dibandingkan SLS.
Perbedaan SLES dan SLS terletak pada kekuatan dan iritabilitasnya. Jika SLS cenderung lebih agresif dalam membersihkan, maka SLES lebih lembut. Sehingga SLES lebih banyak digunakan dalam produk yang ditujukan untuk kulit sensitif atau bayi.
Misalnya, SLES sering ditemukan dalam sabun muka, sampo untuk rambut kering, dan produk perawatan bayi. Hal ini karena kemampuannya menghasilkan busa lembut tanpa mengikis kelembapan alami kulit.
Meski lebih lembut, SLES tetap memiliki potensi menyebabkan iritasi, terutama jika digunakan dalam konsentrasi tinggi atau tidak dibilas dengan benar. Namun, secara umum, SLES dianggap lebih dapat ditoleransi oleh kulit dibandingkan SLS. Ini pula alasan mengapa banyak produsen kini beralih ke formula “no SLS” dan menggantinya dengan SLES untuk mengurangi keluhan iritasi pengguna.
Dari sisi lingkungan, SLES juga dinilai lebih ramah karena lebih mudah terurai secara hayati dibandingkan SLS. Meski keduanya berasal dari sumber tak terbarukan seperti minyak bumi, proses degradasi SLES di alam lebih cepat bila terkena sinar matahari dan oksigen.
Oleh karena itu, dari perspektif ilmiah dan ekologi, SLES dapat dikatakan lebih aman baik untuk kulit maupun lingkungan. Namun tetap harus digunakan sesuai takaran yang direkomendasikan.
Alternatif yang Lebih Aman dan Ramah Lingkungan
Kekhawatiran terhadap bahaya SLS dan SLES mendorong tren global menuju bahan yang lebih alami dan berkelanjutan. Oleh karena itu, memahami alternatif yang lebih aman dan ramah lingkungan bukan sekadar tren, tetapi kebutuhan berbasis sains dan tanggung jawab ekologis.
Berikut beberapa alternatif yang dinilai lebih aman dan ramah lingkungan:
1. Surfactant Berbasis Minyak Kelapa atau Sawit
Beberapa produsen mulai menggunakan sodium cocoyl isethionate dan cocamidopropyl betaine, surfaktan yang berasal dari minyak kelapa atau sawit. Bahan ini dikenal lebih lembut di kulit namun tetap efektif membersihkan. Contoh produknya adalah sabun batang Ethique dan sampo Love Beauty and Planet.
2. Bahan Pembersih Berbasis Gula (Sugar-Based Surfactants)
Surfactant seperti decyl glucoside atau lauryl glucoside berasal dari gula dan pati jagung. Senyawa ini mudah terurai di lingkungan dan rendah risiko iritasi. Produk seperti Bioderma Atoderm Shower Oil menggunakan bahan ini sebagai agen pembersih utamanya.
3. Formulasi Bebas SLS/SLES dengan Label ‘No SLS’
Banyak produk kini menandai diri dengan label No SLS. Produk no SLS adalah produk yang menggunakan kombinasi bahan yang lebih lembut seperti disodium laureth sulfosuccinate. Formulasi ini tetap memberikan busa namun lebih bersahabat dengan kulit sensitif. Contohnya adalah Cetaphil Gentle Skin Cleanser.
4. Pengembangan Kimia Hijau (Green Chemistry)
Industri formulasi kini bergerak ke arah kimia hijau dengan menciptakan bahan sintetis yang lebih ramah lingkungan dan biodegradable. Misalnya, sodium lauroyl methyl isethionate yang dibuat melalui proses kimia berkelanjutan dan aman untuk kulit. Produk Ecostore Body Wash mengusung pendekatan ini dalam formulanya.
5. Transparansi dan Sertifikasi Produk
Konsumen kini dimudahkan dengan adanya label seperti Ecocert, COSMOS, atau USDA Organic yang mengindikasikan bahwa produk memenuhi standar bahan alami dan berkelanjutan. Sertifikasi ini membantu konsumen membuat pilihan berbasis bukti, bukan klaim semata.
Meski SLS dan SLES memiliki fungsi penting dalam membersihkan dan menghasilkan busa, keduanya tetap perlu digunakan dengan bijak. Ingat, bahaya SLS dan SLES bisa memicu iritasi pada sebagian orang, terutama pemilik kulit sensitif. Penggunaan terus-menerus tanpa pembilasan optimal juga bisa berdampak jangka panjang.
Selain itu, aspek keberlanjutan dan dampak ekologis dari bahan-bahan ini juga semakin menjadi perhatian. Penting bagi konsumen untuk mulai mempertimbangkan alternatif yang lebih alami dan ramah lingkungan.
#apa itu SLS pada sabun #bahaya SLS #no SLS adalah #SLS itu apa #sodium laureth sulfate berbahaya atau tidak